JCCNetwork.Id –Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, menyatakan bahwa berbagai upaya penguatan infrastruktur sedang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana di Indonesia. Fokus penguatan tersebut mencakup ancaman megathrust, gempa bumi, erupsi gunung berapi, hingga bencana hidrometeorologi.
“Bencana geologi telah dilakukan mitigasi pra bencana dengan bantuan Bank Dunia dan BMKG. Sekarang di sepanjang pesisir pantai yang diprediksi megathrust kami pasang alat, warganya dilatih dan ada rute evakuasinya,” kata Suharyanto dalam keterangannya saat menghadiri rapat di Kantor Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
“Sudah kami uji coba bersifat demonstrasi, berhasil tidaknya setelah adanya bencana, karena tentu saja kita sepakat mudah-mudahan gempa tidak terjadi,” lanjutnya.
Selanjutnya, terkait penanganan infrastruktur pascagempa, Suharyanto menceritakan, penanganan Cianjur 2022 silam yang telah selesai perbaikan infrastrukturnya berupa 80 ribu rumah. “Cianjur 2 tahun selesai padahal yang harus diperbaiki 80 ribu rumah, untuk relokasi dilaksanakan Kementerian PKP, yang tidak relokasi atau tetap di situ (ditangani) oleh BNPB,” ucap Suharyanto.
Untuk bencana vulkanologi, seperti erupsi gunung berapi, BNPB terus memperkuat infrastruktur dengan membangun sabo dam sebagai penghalang lahar dingin dan panas.
“BNPB bisa melaksanakan kegiatannya setelah gunung meletus karena BNPB sifatnya darurat. Yang paling penting sebelum terjadi bencana, untuk itu kami punya usulan dengan membangun sabo dam untuk menahan luncuran lahar dingin dan lahar panas tidak langsung menimpa masyarakat,” tuturnya.
Terkait bencana erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, BNPB sedang menyelesaikan proses relokasi warga terdampak.
“Relokasi masyarakat terdampak gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur. Tanah sudah ada, akses menuju masuk masih proses membuka jalan,” ujar Suharyanto.
Selain itu, BNPB mengupayakan mitigasi untuk bencana hidrometeorologi, seperti kebakaran hutan, banjir, dan tanah longsor.
Selanjutnya langkah mitigasi berbasis infrastruktur bagi bencana hidrometeorologi kering kebakaran hutan dan lahan dapat juga dilakukan. “Membuat embung dan sodetan atau kanal untuk mempermudah pengambilan air bagi tim darat maupun water bombing,” imbuhnya.
Terakhir khusus penanganan bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor dan cuaca ekstrem. “Normalisasi sungai-sungai yang 10 tahun terakhir bencana terjadi di situ terus,” jelas Suharyanto.
Penguatan infrastruktur di setiap jenis bencana tersebut tentu akan menjadi pendukung dalam penanganan bencana di Indonesia. “Harapannya jika kerjasama segera dilaksanakan, bencana di Indonesia bisa menurun baik kuantitas maupun dampak,” pungkasnya.
Dengan berbagai langkah mitigasi ini, BNPB optimistis Indonesia dapat lebih siap menghadapi berbagai potensi bencana di masa mendatang.