JCCNetwork.id- Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al-Shun, mengecam Amerika Serikat (AS) atas dugaan penerapan standar ganda dalam menangani konflik di Timur Tengah, khususnya yang melibatkan Gaza. Al-Shun menegaskan bahwa AS tidak berpihak pada para korban yang menderita di wilayah tersebut.
“Amerika berbicara bahwa kita perlu menjaga perdamaian di Timur Tengah. Perdamaian seperti apa? Perdamaian seperti apa? Jadi, menurut pendapat saya, yang pasti negara-negara ini tidak dalam posisi yang tepat untuk menangani konflik,” kata Dubes Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun dalam talk show di Jakarta.
Menurut Al-Shun, AS memanfaatkan konflik antara Israel dan Palestina sebagai alat untuk menjual senjata. Ia menyoroti bahwa AS secara aktif mendukung Israel, termasuk dalam aspek militer, sementara juga menunjukkan sikap antagonis terhadap Rusia, yang kontras dengan sejarah awal pengakuan Israel oleh Kiev pada tahun 1948.
“Mengapa negara (AS) ini menentang Rusia? Ini permainan. Dan mereka perlu menciptakan konflik ini Karena senjata, ke mana mereka akan pergi dengan senjata itu? Mengapa mereka mengirimnya ke Israel? ‘Sang juru selamat’ dan senjata menyerang Gaza sama seperti Nagasaki dan Hiroshima,” ungkapnya.
Al-Shun juga mengkritik pernyataan Joe Biden, mantan wakil presiden di era Obama, yang mengungkapkan bahwa AS telah menghabiskan miliaran dolar untuk mendukung Israel. Biden bahkan menegaskan bahwa AS akan tetap mendirikan Israel untuk kepentingan strategis mereka.
“Dan dia, berkali-kali berkata, saya lebih Yahudi daripada mereka. Tetapi bagaimana Anda akan menyelesaikan masalah ini jika Anda seorang Yahudi? Karena orang Yahudi, mereka tidak menerima orang Palestina di tanah mereka. Itu berarti Anda membagi mereka dengan cara yang sama. Ini adalah standar ganda,” tuturnya.
Al-Shun menyoroti bahwa tidak ada satu pun pemimpin dari AS atau negara-negara Eropa yang mengunjungi Palestina sejak 7 Oktober 2023, menunjukkan ketidakadilan dalam pendekatan penyelesaian konflik Israel-Palestina.
“AS, Prancis, Inggris, Jerman, Italia, yang lain mendukung Israel. Namun, siapa yang mengunjungi Ramallah atau Palestina untuk mempertimbangkan para korban yang sekarat di Gaza? Tidak seorang pun. Ini kebijakan standar ganda. Mereka berbicara, kita perlu meraih semua pemeliharaan dan perdamaian. Perdamaian macam apa?” tuturnya.
Walau demikian, Al-Shun melihat adanya perubahan signifikan dalam dukungan global sejak 7 Oktober 2023. Gerakan mahasiswa di AS dan Eropa mulai memperjuangkan hak-hak Palestina, yang telah mempengaruhi beberapa kebijakan politik di berbagai negara.
“Demonstrasi dan suara-suara yang sama dan mahasiswa dan orang-orang di jalan. Itulah sebabnya beberapa politisi mulai mengubah posisi mereka dan ini karena aktivitas orang-orang mereka dan mahasiswa mereka di negara mereka,” paparnya.