JCCNetwork.id- Penggunaan kipas angin dan kebiasaan mandi malam tidak secara langsung menyebabkan pneumonia, penyakit peradangan paru-paru yang sering disalahpahami oleh masyarakat.
Hal ini ditegaskan oleh dr. Wahyuni Indawati, Sp.A (K), dokter spesialis anak subspesialis respirologi lulusan Universitas Indonesia, dalam temu media yang digelar di Jakarta, Minggu (17/11).
“Kipas angin bukan penyebab langsung dari penyakit pneumonia, tapi, bisa jadi media untuk memperluas transmisi penularannya,” kata dr. Wahyuni Indawati, Sp.A (K) dalam temu media di Jakarta, Minggu.
Menurutnya, pneumonia adalah peradangan akut pada alveoli atau jaringan paru-paru yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada November 2016, bakteri Streptococcus pneumoniae menjadi penyebab utama pneumonia bakterial pada anak-anak, mencapai 50 persen kasus.
Penyebab lain meliputi influenza tipe B sebesar 20 persen, serta fungi dan virus sebesar 30 persen.
Kipas Angin dan Risiko Penularan
Wahyuni menjelaskan, kipas angin dapat memfasilitasi penyebaran bakteri di ruang tertutup yang sebelumnya disinggahi oleh individu yang membawa bakteri.
Penularan terjadi melalui droplet atau cipratan air liur yang keluar saat batuk, bersin, atau berbicara.
Mandi Malam Tidak Langsung Sebabkan Pneumonia
Sementara itu, terkait kebiasaan mandi malam, Wahyuni menyatakan bahwa hal tersebut tidak berhubungan langsung dengan pneumonia.
Mandi malam hanya memengaruhi suhu tubuh, terutama bila menggunakan air dingin.
Jika daya tahan tubuh anak sedang menurun, potensi terkena penyakit memang meningkat, tetapi mandi malam bukan faktor penyebab utama.
“Juga memang tidak ada penelitian terkait (mandi malam) itu,” ucap Wahyuni.
Angka Kematian Anak akibat Pneumonia
Pneumonia tetap menjadi ancaman serius bagi anak-anak di seluruh dunia.
Data UNICEF 2019 menunjukkan bahwa hampir 2.200 anak usia di bawah lima tahun meninggal setiap hari akibat pneumonia. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat pneumonia menyumbang 14,5 persen kematian bayi dan lima persen kematian balita.
Pencegahan pneumonia dapat dilakukan melalui pemberian vaksin konjugat pneumokokus (PCV).
Vaksin ini telah terbukti signifikan mengurangi beban penyakit pneumonia, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) kini merekomendasikan PCV15 untuk memperluas perlindungan terhadap bakteri pneumokokus.
Wahyuni mengingatkan pentingnya edukasi masyarakat untuk memahami penyebab sebenarnya dari pneumonia serta langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan, termasuk menjaga kebersihan lingkungan dan memastikan imunisasi lengkap pada anak-anak.