JCCNetwork.id-Insiden pembunuhan yang terjadi di Medan Barat ini mengungkap cerita kelam di balik hubungan antar sesama teman. Seorang pria, Ridwan Nasution atau dikenal sebagai Ridho, didakwa telah melakukan pembunuhan terhadap teman perempuannya, MS, dengan cara yang sangat brutal setelah keduanya menghabiskan waktu bersama dalam hubungan intim. Kejadian ini tidak hanya meninggalkan luka bagi keluarga korban, tetapi juga menjadi sorotan publik yang mengecam aksi kekerasan tersebut.
Bermula pada suatu malam di bulan April, tepatnya pada tanggal 23 April 2024, ketika MS datang ke rumah Ridho yang terletak di Jalan Karya, Gang Sepakat, Kelurahan Karang Berombak, Medan Barat, sekitar pukul 19.00 WIB. Kedatangan MS bukanlah kunjungan pertama ke rumah Ridho. Seperti malam-malam sebelumnya, keduanya menghabiskan waktu bersama. Namun, malam itu membawa cerita berbeda.
Ridho dan MS mengonsumsi narkotika jenis sabu-sabu di dalam kamar Ridho. Sabu-sabu yang dikenal berpotensi memengaruhi emosi dan kondisi psikis, membuat suasana malam itu berubah. Setelah mengonsumsi sabu-sabu, mereka melakukan hubungan suami istri. Meskipun hubungan keduanya tidak diikat oleh status resmi, kebersamaan mereka malam itu seakan menggambarkan ikatan yang intens.
Keesokan harinya, suasana kamar yang semula terasa tenang berubah menjadi mencekam. Ridho dan MS kembali menonton video porno bersama di kamar, dan keduanya memutuskan untuk kembali melakukan hubungan intim. Namun, momen intim ini justru menjadi awal petaka.
“Keesokan harinya terdakwa dan korban menonton video porno, lalu keduanya kembali melakukan hubungan intim,” kata Frianto, dikutip Rabu (30/10/2024).
Di tengah sesi tersebut, Ridho merasa sakit di area kemaluannya. Dengan nada kebingungan, ia bertanya kepada MS mengenai penyebab rasa sakit yang dirasakannya. Korban menjawab bahwa ia secara tidak sengaja menggigit bagian kemaluan Ridho. Jawaban MS tersebut rupanya menimbulkan amarah di hati Ridho.
Dipenuhi emosi yang memuncak, Ridho hilang kendali. Tanpa pikir panjang, ia mulai memukul dan menendang MS. Tidak berhenti di situ, Ridho bahkan menginjak tengkuk leher MS hingga wanita itu terkapar di lantai dalam posisi tertelungkup. Kekerasan fisik tersebut mengakibatkan MS mengalami luka serius. Dalam hitungan menit, tanda-tanda kehidupan pada tubuh MS semakin melemah.
Menurut keterangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Frianto yang mengungkap kasus ini, Ridho melihat mulut MS mengeluarkan busa dan terdengar suara nafasnya yang tersengal-sengal. Tubuh MS mulai pucat dan denyut nadinya berhenti. Pada saat itu, Ridho menyadari bahwa MS telah meninggal dunia.
“Setelah itu, terdakwa melihat mulut korban berbuih dan mengorok. Kemudian kaki korban sudah pucat, dan denyut jantung berhenti hingga terdakwa mengetahui korban meninggal dunia,” tutur Frianto.
Di hadapan majelis hakim, JPU Sumatera Utara menuntut hukuman penjara 13 tahun terhadap Ridho. Jaksa menilai tindakan Ridho sangat keji karena telah menghilangkan nyawa orang lain. Menurut JPU Kejari Medan, AP Frianto Naibaho, Ridho terbukti melanggar Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana), yaitu tentang pembunuhan.
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Ridwan Nasution alias Ridho dengan pidana penjara 13 tahun,” kata JPU Kejari Medan AP Frianto Naibaho dikutip.
Dalam tuntutannya, JPU menjelaskan beberapa faktor yang memberatkan maupun meringankan hukuman bagi Ridho. Faktor yang memberatkan adalah tindakan Ridho yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Selain itu, dampak psikologis dari kejadian ini juga membuat keluarga korban tertekan dan meninggalkan trauma mendalam.
Namun, ada pula faktor yang meringankan hukuman bagi terdakwa. Ridho bersikap sopan selama persidangan dan mengakui kesalahannya tanpa upaya untuk menghindar dari dakwaan yang diajukan. Sikap kooperatifnya di hadapan majelis hakim sedikit mengurangi bobot tuntutan.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Lucas Sahabat Duha tersebut diputuskan untuk ditunda. Pada sidang lanjutan yang akan digelar pada tanggal 5 November 2024, terdakwa dan tim kuasa hukumnya akan mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan pledoi atau pembelaan. Pledoi ini menjadi kesempatan terakhir bagi Ridho untuk meyakinkan majelis hakim agar memberikan putusan yang lebih ringan.
“Sedangkan hal meringankan terdakwa bersikap sopan selama persidangan, dan mengakui perbuatannya,” tutur JPU Frianto.
Kisah tragis ini menjadi refleksi bagi masyarakat bahwa pengendalian emosi sangat penting, terutama dalam situasi yang memicu ketegangan.