JCCNetwork.id- Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan bahwa perempuan cenderung lebih rentan menjadi target praktik jual beli suara dalam proses pemilihan politik di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Pembina Perludem, Titi Anggraini, dalam sebuah diskusi media.
“Perempuan adalah pemilih yang loyal. Karena itu, perempuan menjadi sasaran lebih besar dari praktik jual beli suara. Sebab dia lebih loyal untuk datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) dan cenderung lebih amanah. Jadi kalau disuruh pilih A, ya pilih A. Makanya kemudian dia lebih rentan menjadi sasaran jual beli suara,” kat Titi dalam media talk.
Titi juga menyoroti bahwa dalam sistem sosial yang masih patriarki, perempuan sering kali berada dalam posisi yang lebih lemah, baik dalam relasi kekuasaan maupun pengaruh politik. Hal ini, menurutnya, menjadikan perempuan lebih rentan terhadap paksaan atau eksploitasi dalam menentukan pilihannya, termasuk dari keluarga atau lingkungan.
“Perempuan atau anak perempuan itu lebih rentan dieksploitasi karena relasi kuasa atau hubungan yang sifatnya patriarki,” tegas Titi.
Perludem menekankan pentingnya memberikan edukasi politik yang lebih luas kepada pemilih perempuan untuk mengurangi kerentanan mereka terhadap manipulasi politik. Informasi yang mudah diakses dan komprehensif mengenai hak politik perempuan harus disebarkan agar perempuan bisa membuat keputusan politik yang lebih mandiri.
Sesuai data data Komisi Pemilihan Umum (KPU), Titi mengungkapkan bahwa tingkat partisipasi pemilih perempuan dalam berbagai pemilihan, termasuk Pilkada, Pilpres, dan Pileg, selalu lebih tinggi dibandingkan pemilih laki-laki.
“Di Pemilu yang lalu, data KPU (Komisi Pemilihan Umum) itu partisipasi laki-laki itu 48 persenan. Nah, kalau begitu perempuan itu 51 persenan. Jadi selisih-nya itu hampir 4 persen. Jadi lebih tinggi perempuan yang menggunakan hak pilih daripada laki-laki, itu konsisten,” jelas Titi.