JCCNetwork.id- Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengkritik keras rencana pemerintah yang akan mengubah skema subsidi KRL Jabodetabek menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai tahun depan. Menurut pandangan INDEF, langkah ini justru berpotensi menambah beban bagi kelas menengah yang semakin terjepit oleh berbagai kebijakan.
Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto, menegaskan bahwa meski belum ada pengumuman resmi, penerapan subsidi berbasis NIK kemungkinan besar akan diikuti oleh kenaikan tarif KRL. Hal ini tentu akan memperparah tekanan terhadap daya beli masyarakat kelas menengah, yang sudah berjuang menghadapi berbagai kenaikan harga dan biaya hidup.
Eko juga menyoroti ketidakjelasan pemerintah dalam merumuskan kebijakan. Di satu sisi, ada rencana pembatasan BBM subsidi, yang mengarahkan masyarakat untuk beralih ke transportasi umum. Namun, di sisi lain, subsidi KRL juga diperketat dengan alasan agar lebih tepat sasaran.
Kebijakan yang tumpang tindih ini membuat masyarakat bingung dan tidak memiliki alternatif yang jelas.
“Di BBM ada isu tidak tepat sasaran, di KRL ada isu tidak tepat sasaran. Terus mau pindah kemana masyarakat? Kan harapannya kalau Anda tidak kuat dengan pembatasan BBM, silahkan pindah ke transportasi publik, lah transportasi publiknya juga diseleksi,” tegasnya dikutip.
Lebih lanjut, Eko memperingatkan bahwa tekanan terhadap kelas menengah tidak hanya berhenti pada isu subsidi. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dijadwalkan mulai tahun depan akan semakin membebani mereka.
Menurutnya, meski kenaikan PPN belum diterapkan, konsumsi kelas menengah sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan. Hal ini bisa mengancam laju pertumbuhan ekonomi yang bahkan mungkin jatuh di bawah 5 persen jika kebijakan ini dijalankan tanpa memperhitungkan situasi ekonomi saat ini.
“Kalau pelaksanaannya (PPN naik jadi 12 persen) dilakukan pakai kacamata kuda tanpa melihat realitas ekonomi yang sedang turun ini, ya kita mungkin akan mulai berbicara pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen tahun depan,” tandasnya.