JCCNetwork.id- Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) resmi menjatuhkan sanksi kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) buntut dari tindakan rasis yang dilakukan oleh sebagian suporter tim nasional Indonesia dalam laga persahabatan melawan Bahrain beberapa waktu lalu.
Sanksi yang dijatuhkan FIFA terdiri dari denda sebesar Rp400 juta serta pengurangan kapasitas penonton sebesar 15 persen dalam pertandingan kandang berikutnya. Insiden pelanggaran terjadi di tribun utara dan selatan stadion, di mana sejumlah suporter dinilai melakukan aksi rasis yang bertentangan dengan semangat fair play dan toleransi yang dijunjung FIFA.
Menanggapi sanksi tersebut, pengamat sepak bola nasional Mohamad Kusnaeni menilai peringatan ini harus menjadi alarm serius bagi PSSI dan seluruh elemen pendukung timnas. Ia menegaskan bahwa sanksi dari FIFA bukanlah hal sepele yang bisa diabaikan.
“Fenomena fanatisme suporter Indonesia sudah menjadi perhatian dunia. Sebagian besar pecinta sepak bola di berbagai belahan dunia kini mengenal sepak bola Indonesia karena fanatisme suporternya. Fenomena tersebut tidak boleh kebablasan. Fanatisme suporter Indonesia tidak boleh berbalik jadi bumerang yang merugikan,” ujarnya saat dihubungi Republika, Ahad (11/5/2025).
Menurutnya, fanatisme suporter Indonesia telah menjadi perhatian dunia internasional. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, fanatisme itu dapat berkembang menjadi tindakan-tindakan negatif, seperti ujaran kebencian hingga tindakan rasis yang mencoreng nama bangsa.
Bung Kus menekankan pentingnya edukasi berkelanjutan kepada para pendukung timnas. Ia menilai bahwa banyak suporter baru yang belum sepenuhnya memahami cara mendukung tim secara positif dan beretika, terutama saat terlibat di ruang digital seperti media sosial.
“Ada sebagian pendukung timnas yang tergolong belum lama menjadi suporter fanatik. Kelompok seperti ini biasanya belum memiliki pemahaman yang cukup tentang cara menyalurkan fanatisme mereka,” jelas Bung Kus.
Ia juga mendorong PSSI untuk tidak hanya fokus pada kampanye nilai-nilai positif, tetapi juga aktif menjalin komunikasi dengan kelompok-kelompok suporter. Menurutnya, kolaborasi dengan simpul-simpul pendukung timnas adalah kunci untuk membangun atmosfer yang sehat di dalam dan luar stadion.
“Selain aktivitas kampanye nilai-nilai positif, PSSI juga harus banyak berkomunikasi dengan simpul-simpul kelompok suporter. Ajak dan libatkan mereka dalam upaya edukasi tersebut. Bagaimana pun, suporter fanatik adalah aset bagi timnas dan sepak bola Indonesia secara keseluruhan. PSSI harus bisa merawat dan mengelola fanatisme mereka agar berdampak positif, bukan sebaliknya,” kata dia.
Sanksi dari FIFA ini menjadi peringatan keras bahwa sepak bola bukan hanya soal permainan di atas lapangan, tetapi juga mencerminkan perilaku kolektif para pendukung di tribun. PSSI kini dituntut untuk mengambil langkah konkret dalam menanggulangi potensi pelanggaran serupa di masa depan.