JCCNetwork.id- Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur mengkritisi sejumlah ketimpangan dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Timur Tahun Anggaran 2024 yang disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Jatim, Kamis (10/4/2025).
Dalam pandangan umumnya, juru bicara Fraksi PDIP Guntur Wahono menyoroti ketimpangan pembangunan antarwilayah, rendahnya partisipasi pendidikan menengah, serta efektivitas penggunaan anggaran.
Ia menilai pertumbuhan ekonomi Jawa Timur belum merata, terutama di wilayah tertinggal.
“Diperlukan diversifikasi ekonomi berbasis potensi lokal, penguatan sektor UMKM, dan peningkatan investasi yang menyentuh wilayah pedesaan dan pinggiran,” ujar Guntur dikutip.
Fraksi PDIP juga menyoroti perlunya percepatan pembangunan infrastruktur dasar serta sinergi lintas kabupaten/kota.
Ketimpangan spasial, kata Guntur, masih tercermin dalam Indeks Theil yang tinggi.
“Perlu pendekatan yang lebih terintegrasi dengan pemberdayaan ekonomi, peningkatan kualitas layanan dasar, dan penguatan kelembagaan sosial di akar rumput,” ujar Guntur.
Dalam sektor pendidikan, anggaran sebesar Rp3,4 triliun disebut belum mampu mendongkrak Angka Partisipasi Murni (APM) tingkat SMA yang hanya mencapai 65,37 persen.
Sementara itu, program pelatihan tenaga kerja dengan anggaran Rp98,75 miliar dikritik karena tidak disertai data serapan tenaga kerja pasca-pelatihan.
“Ini menunjukkan masih banyak anak usia sekolah yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah,” ujar politisi dari Daerah Pemilihan Blitar-Tulungagung ini.
“Termasuk Program pelatihan tenaga kerja dengan anggaran Rp98,75 miliar ini juga kami pertanyakan karena tidak menyertakan data penyerapan kerja pasca-pelatihan,” lanjutnya.
Fraksi juga mengkritik efektivitas pembangunan infrastruktur. Dari total anggaran Rp4,2 triliun, pembangunan jalan tercapai 96,4 persen, namun tidak disertai informasi kondisi jalan atau wilayah yang belum terlayani.
“Sulit mengukur dampaknya terhadap konektivitas antarwilayah dan pertumbuhan ekonomi lokal,” kata Guntur.
Dalam aspek pengentasan kemiskinan, alokasi dana perlindungan sosial sebesar Rp1,35 triliun hanya mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar 0,17 persen.
Ketimpangan kesejahteraan juga dinilai masih tinggi dengan Indeks Theil mencapai 0,222.
“Dengan demikian, tanpa pembenahan struktural dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program, risiko pemborosan fiskal, ketimpangan sosial, dan menurunnya kepercayaan publik akan sulit dihindari,” pungkas anggota Komisi C DPRD Jatim ini