JCCNetwork.id- Drama penangkapan pejabat pemerintah kembali terulang, kali ini menyasar Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang mencengangkan pada Senin (2/12) malam. Hasilnya, uang tunai senilai Rp6,8 miliar berhasil diamankan, bersama sembilan orang yang diduga terlibat dalam praktik korupsi ini.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, membeberkan kronologi kasus ini dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (4/12/2024). Menurutnya, OTT dilakukan di dua lokasi berbeda, yakni Pekanbaru dan Jakarta. Dari operasi tersebut, penyidik KPK menangkap delapan orang di Pekanbaru dan satu orang di Jakarta.
“KPK mengamankan total sembilan orang, yakni delapan orang di wilayah Pekanbaru dan satu orang di Jakarta, serta sejumlah uang dengan total sekitar Rp6.820.000.000,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Ghufron menjelaskan, uang tersebut ditemukan di berbagai lokasi. Sebagian besar disita dari rumah dinas dan rumah pribadi para pejabat yang terlibat.
Penelusuran awal menunjukkan adanya pola sistematis dalam penyelewengan dana tersebut, melibatkan sejumlah pihak di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru.
Penyidik KPK menyebut uang sebesar Rp1 miliar pertama kali ditemukan dalam penangkapan Plt Kepala Bagian Umum Pemerintah Kota Pekanbaru, Novin Karmila, di wilayah Pekanbaru. Kemudian, penyidik menyita Rp1,39 miliar dari rumah dinas Wali Kota Pekanbaru, tempat Risnandar ditangkap.
Tidak berhenti di situ, penyidik juga menyita Rp2 miliar dari rumah pribadi Risnandar di Jakarta. Sementara itu, Sekretaris Daerah Pekanbaru, Indra Pomi Nasution, turut diamankan dengan barang bukti uang tunai Rp830 juta yang ditemukan di rumahnya.
Dalam pemeriksaan awal, Indra mengaku memiliki Rp1 miliar, namun Rp170 juta telah didistribusikan kepada pihak-pihak tertentu.
Selain itu, uang Rp375,4 juta ditemukan di rekening ajudan Risnandar, Nugroho Adi Triputranto. Penyidik juga menyita uang Rp1 miliar dari kakak Novin, Fachrul Chacha, serta Rp100 juta di rumah dinas Wali Kota.
Penelusuran di kediaman lain di Ragunan, Jakarta Selatan, menghasilkan tambahan barang bukti berupa uang tunai Rp200 juta.
Setelah serangkaian pemeriksaan intensif, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekretaris Daerah Pekanbaru Indra Pomi Nasution, dan Plt Kepala Bagian Umum Pemerintah Kota Pekanbaru Novin Karmila.
“KPK melakukan serangkaian pemeriksaan dan telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menaikan perkara ini ke tahap penyidikan, dengan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu RM, IPN, dan NK,” ujar Ghufron.
Ketiga tersangka langsung ditahan di Rumah Tahanan KPK untuk 20 hari pertama, mulai 3 Desember hingga 22 Desember 2024. Penahanan ini dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan dan mencegah upaya menghilangkan barang bukti.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 12 f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Selain itu, mereka juga dikenakan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jika terbukti bersalah, ancaman hukumannya berupa pidana penjara yang berat serta denda yang signifikan.
Kasus ini menjadi salah satu bukti nyata bagaimana praktik korupsi dapat menjalar hingga ke level pemerintahan daerah. KPK menegaskan akan terus mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya.
Penangkapan ini sekaligus menjadi peringatan keras bagi pejabat publik lainnya agar tidak menyalahgunakan wewenang demi keuntungan pribadi.
Dengan kasus yang kini berada di bawah sorotan publik, KPK diharapkan dapat membongkar seluruh jaringan yang terlibat, memastikan keadilan ditegakkan, dan menjadi momentum perbaikan tata kelola pemerintahan di Indonesia.