JCCNetwork.id-Sidang praperadilan terkait dugaan korupsi impor gula dengan tersangka Tom Lembong memasuki babak akhir. Pengumuman putusan dijadwalkan berlangsung pada Selasa (26/11). Di tengah proses ini, tim kuasa hukum Tom Lembong mengaku optimistis klien mereka akan memenangkan sidang.
“Kalau boleh memberikan persentase, kami yakin 90 persen bisa menang. Sisanya 10 persen adalah hal-hal yang berada di luar kendali kita,” ujar Ketua Tim Kuasa Hukum, Ari Yusuf Amir, dalam konferensi pers di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Ari Yusuf menjelaskan bahwa keyakinan tersebut tidak sembarangan. Angka 90 persen itu berasal dari analisis mendalam atas perjalanan sidang, yang melibatkan penilaian terhadap saksi ahli, bukti yang diajukan kedua belah pihak, serta keabsahan dokumen pendukung.
“Seluruh proses persidangan ini memberikan gambaran yang cukup jelas. Ahli-ahli yang dihadirkan, baik dari pihak kami maupun jaksa, sudah memberikan gambaran lengkap. Dari situ, kami bisa menyimpulkan bahwa banyak aspek yang menguatkan posisi klien kami,” tambahnya.
Ari juga menekankan bahwa sidang praperadilan ini murni menilai aspek formal dari kasus, bukan substansi materi perkara. Salah satu poin krusial yang menjadi perhatian adalah absennya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang seharusnya disampaikan sebagai syarat formal.
Menurut Ari, ketidakhadiran SPDP mencederai prosedur hukum. Ia menegaskan bahwa kliennya baru menerima pemberitahuan terkait Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 3 Oktober 2023, melalui surat resmi yang tertanggal 29 Oktober 2024. Hal ini, menurutnya, menjadi salah satu poin kelemahan dalam kasus yang diajukan Kejaksaan Agung.
“Ketidakadaan SPDP ini sudah menjadi tanda bahwa proses formal tidak terpenuhi. Selain itu, bukti permulaan juga tidak relevan, belum ada laporan kerugian negara, dan bahkan waktu kejadian atau tempus delicti yang dipakai juga tidak sinkron,” jelas Ari.
Kasus ini bermula dari dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2016. Saat itu, tersangka Tom Lembong menjabat sebagai pejabat tinggi di kementerian tersebut. Kejaksaan Agung menyatakan bahwa seharusnya, dalam rangka pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih.
Importasi ini pun hanya boleh dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa dengan persetujuan tersangka, gula kristal mentah justru diimpor oleh delapan perusahaan yang bekerja sama dengan PT PPI. Langkah ini, menurut jaksa, tidak sesuai dengan aturan dan menimbulkan potensi kerugian negara.
Melalui gugatan praperadilan ini, Tom Lembong berharap status tersangkanya dapat dibatalkan. Tim kuasa hukum menilai bahwa proses hukum yang berjalan memiliki banyak cacat prosedur. Jika hakim memutuskan untuk mengabulkan gugatan, maka status tersangka Tom Lembong otomatis gugur, dan penyelidikan kasus harus dihentikan.
Namun, jika gugatan ditolak, maka kasus akan berlanjut ke tahap pengadilan untuk mengadili substansi perkara.
Sidang praperadilan ini menjadi ujian besar bagi Kejaksaan Agung dalam membuktikan bahwa proses hukum yang mereka jalankan sudah sesuai prosedur. Di sisi lain, jika klaim tim kuasa hukum terbukti benar, putusan ini akan menjadi preseden penting dalam penegakan hukum terkait kasus korupsi di Indonesia.
Hingga saat ini, masyarakat dan pengamat hukum menunggu hasil sidang dengan harapan keadilan tetap dijunjung tinggi. Keputusan hakim pada Selasa mendatang akan menjadi penentu arah dari kasus dugaan korupsi impor gula ini.