JCCNetwork.id – Sambil menunggu buka puasa, saya mengorek ingatan atas isi berita yang saya baca di siang hari di media sosial, soal ancaman Bupati Buru Selatan (Bursel), yang akan memecat Pejabat Kepala Desa (selajutnya disingkat Pj. Kades) yang beberapa bulan nan lalu menerima amanah sebagai PJ Kades di 52 desa. Dalam sambutannya Bupati mengancam akan memecat PJ. Kades jika Pj. Kades tak bekerja untuk mensejahterakan masyarakat dan merangkul masyarakat di desanya.
Berita ini biasa saja untuk masyarakat Buru Selatan. Namun tak biasa untuk para Pj. Kades. Sebagai orang yang baru saja menerima amanah yang besar dari orang besar di daerah ini, sudah tentu amanah menjadi Pj. Kades, akan dijaga untuk menulis lagecy yang akan dikenang di desa sampai terpilihnya kepala desa definitif.
Selain menjaga amanah untuk menjadi Pj. Kades, para Pj. Kades juga harus dan wajib menjaga nama pemberi amanah agar tak tercoreng, dengan cara: mensejahterakan masyarakat dan merangkul masyarakat desanya.
Jika tugas tersebut tak dijalankan dan atau para Pj. Kades menumpuk ‘utang di kafe’ dan mencuri uang desa, maka dalam waktu tiga bulan amanah Pj. Kades akan dicabut oleh pemberi amanah.
Dari 52 Pj. Kades, tak ada Pj. Kades yang mau melepas begitu saja amanah tersebut. Sebab sejatinya manusia memiliki kehendak berkuasa, begitu kata filsuf Nietzsche.
Kehendak untuk berkuasa dimiliki semua orang, itu sebabnya sampai membuat orang maupun kelompok ketika memiliki kekuasaan sulit untuk melepaskannya.
Olehnya itu saya percaya ketika Bupati menyampaikan ancaman untuk menarik amanah tersebut, maka para Pj. Kades merasa was-was dan takut jangan sampai amanah itu begitu cepat berlalu.
Maka kuncinya adalah bekerja untuk mensejahterakan dan merangkul masyarakat dan menjaga citra pemberi amanah harus bisa dilaksanakan tanpa menunggu lama setalah mendengar ancaman tersebut.
Jika amanah tersebut dilaksanakan, maka amanah sebagai PJ. Kades berjalan aman-damai sampai terpilihnya kepala desa baru di desa masing-masing.
Seandainya…
Tahun depan 2024, masyarakat Buru Selatan akan kembali menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati ketiga kalinya .Terakhir menyelenggarakan Pilkada di 2020.
Menjelang sisa masa jabatan sebagai Bupati dan Wakil Bupati, janji-janji Kampanye yang tercetak di baliho, kalender belum bisa ‘dilantaikan’ untuk dirasakan masyarakat.
Dan roda kekuasaan Bupati dan wakilnya berjalan adem ayem tanpa gejolak dalam merebut-mengeluh terkait kekuasaan. Tidak Seperti di daerah lain yang terjadi perpecahan antara Bupati dan Wakil Bupati, bahkan ada sampai Wakil Bupati memilih mengundurkan diri sebagai Wakil Bupati.
Namum keharmonisan antara Bupati dan Wakil Bupati berbanding terbalik dengan janji-janji kampanye mereka, yakni 5000 lapangan kerja baru, yang kini jauh panggang dari api. Lapangan kerja yang dinanti tak kunjung ada.
Akibatnya akan membuat orang semakin sulit untuk mengakses lapangan pekerjaan. Kesulitan mengakses lapangan kerja akan semakin terasa, jika penghapusan tenaga honorer oleh pemerintah pusat benar-benar terjadi.
Seandainya masyarakat Buru Selatan sebagai ‘Bupati’ yang bisa memberikan ancaman kepada Bupati dan Wakil Bupati, agar bisa menyelesaikan visi-misinya pada sisa masa jabatan mereka, dan jika tidak bisa merealisasikan visi-misi maka masyarakat mengancam akan mencabut mandat mereka sebagai pemilik mandat. Saya percaya pasti Bupati dan Wakilnya akan bekerja sekuat tenaga untuk mendaratkan visi-misinya sebelum dicopot dari jabatan oleh masyarakat.
Tapi sayangnya masyarakat walaupun sebagai pemberi mandat pada Bupati dan Wakil Bupati, tak bisa menjadi ‘Bupati’ untuk memberikan ancaman kepada Bupati dan Wakil Bupati sebagaimana ancaman Bupati Buru Selatan burupa pemecatan kepada Pj. Kades yang tak bisa mensejahterakan masyarakat dan merangkul masyarakat desanya.
Seandainya masyarakat sebagai pemberi mandat pada Bupati dan Wakil Bupati pada hajatan demokrasi, bisa berdaulat penuh pada masa Pilkada dan setalah pilkada untuk ‘mangancam’ penerima mandat, maka visi-misi saat kampanye dengan mudah dirumuskan dan dirasakan masyarakat.
Seandainya suara masyarakat bisa berkuasa penuh pada masa Pilkada dan setalah pilkada maka harapan akan kesejahteraan dan keharmonisan itu akan dengan mudah bisa diwujudkan, karena pemberi mandat akan mengancam penerima mandat untuk ‘melantaikan visi-misinya jika tidak mandatnya akan dicabut, layaknya ancaman Bupati kepada para Pj. Kades pada saat kegiatan Pelatihan Manajemen Keuangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Senin, 27 Maret 2023 nan lalu.
Seandainya masyarakat pemberi mandat bisa seperti “Bupati”, yang bisa mengancam Bupati untuk segera mewujudkan visi-misinya sebelum berakhir masa jabatannya. Seandainya.
Dapatkan Berita Update di Google Berita