JCCNetwork.id- Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, menyoroti tantangan demokrasi yang muncul dalam proses Pemilu 2024. Meski aspek keamanan dan distribusi logistik pemilu relatif terkendali, ia menilai bahwa netralitas aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri masih menjadi hambatan serius. “Residu-residu dari pemilu sebelumnya masih terasa, membuat proses pemulihan demokrasi menjadi sulit,” ujar Kaka kepada JCCNetwork, Senin (2/12/2024).
Ia juga menyayangkan keterlibatan kepala desa dan pejabat tinggi lainnya yang dianggap tidak netral, ditambah dengan indikasi keterlibatan Istana.
“Seharusnya Presiden Prabowo yang belum genap 100 hari menjabat mampu menjaga netralitas, namun yang terjadi justru sebaliknya,” kritiknya. Hal ini, menurut Kaka, memperkuat adagium Lord Acton, bahwa kekuasaan cenderung korup, baik secara etika maupun politik.
Kaka pun menilai Pemilu 2024 gagal memunculkan figur pemimpin daerah yang merepresentasikan masyarakat secara maksimal. Menurutnya, kondisi ini terjadi akibat pendeknya waktu persiapan dan lemahnya logistik. “Para kontestan terlihat kelelahan. Bukan partai politik yang bertarung, tapi individu-individu yang tidak fit,” ujarnya.
Ia menggarisbawahi pentingnya peran elite politik dalam menjaga stabilitas demokrasi terutama setelah proses Pilkada 2024 selesai. Sebab, masyarakat Indonesia relatif stabil sejak reformasi, tetapi dinamika demokrasi sangat bergantung pada perilaku elite.
“Elite politik harus memberikan ruang ekspresi yang cukup agar rakyat bisa berpartisipasi secara optimal,” katanya.