JCCNetwork.id-Kasus kematian tragis seorang santri berinisial RF (14) di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, masih menyisakan banyak tanda tanya. Polisi terus berupaya mengungkap fakta di balik peristiwa tersebut, yang menimbulkan kecurigaan publik.
RF ditemukan tewas tergantung di bawah kolong rumah pembina pesantren pada Sabtu (23/11/2024) sekitar pukul 20.00 WITA. Kejanggalan-kejanggalan dalam kasus ini mendorong penyelidikan intensif.
Kasat Reskrim Polres Bantaeng, AKP Akhmad Marzuki, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya telah memeriksa sembilan orang saksi yang diduga memiliki informasi terkait kematian RF.
“Saat ini kami masih melakukan proses penyelidikan. Adapun yang sudah kami periksa sebanyak sembilan orang (saksi),” kata Kasat Reskrim Polres Bantaeng AKP Akhmad Marzuki saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (26/11/2024).
Meskipun sudah ada sembilan saksi yang diperiksa, polisi tidak menutup kemungkinan akan memanggil saksi-saksi lain untuk melengkapi proses penyelidikan.
Menurut AKP Akhmad Marzuki, kasus ini membutuhkan penelusuran menyeluruh karena terdapat sejumlah kejanggalan yang memerlukan klarifikasi lebih lanjut.
“Kami mulai dari kejadian awal dan itu sudah dilakukan pemeriksaan, mungkin nanti (saksi) akan bertambah lagi,” tuturnya.
Jenazah RF ditemukan tergantung dengan seutas sarung di bawah kolong rumah pembina pesantren, di Dusun Tanetea, Desa Nipa-Nipa, Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng.
Posisi tubuh RF menimbulkan kecurigaan, karena kaki korban hanya berjarak beberapa sentimeter dari tanah, yang dianggap tidak lazim untuk kasus bunuh diri. Jenazahnya langsung dibawa ke Makassar untuk menjalani proses otopsi, guna memastikan.
Proses otopsi terhadap tubuh RF dilakukan oleh tim Forensik Dokpol Polda Sulsel yang dipimpin oleh Spesialis Forensik, Dokter Denny. Pemeriksaan berlangsung selama kurang lebih tiga jam, mencakup pemeriksaan bagian luar dan dalam tubuh korban.
“Jadi, pemeriksaan luar (tubuh), termasuk bagian dalam mayat juga kami lakukan,” katanya.
Namun, hasil lengkap dari otopsi tersebut belum diungkap secara detail kepada publik. Meski begitu, Dokter Denny memberikan keterangan awal yang mengejutkan, yakni adanya indikasi kekerasan pada tubuh korban.
Kasus ini semakin menarik perhatian publik karena banyaknya kejanggalan yang ditemukan di lokasi kejadian. Selain posisi tubuh yang dianggap tidak biasa untuk kasus gantung diri, keluarga korban juga merasakan ada hal yang tidak beres.
Belum lagi, temuan tanda-tanda kekerasan pada tubuh RF menambah kuat dugaan bahwa kematian ini tidak sepenuhnya wajar.
Polisi kini bekerja keras untuk mengungkap kebenaran di balik tragedi ini. Dengan memeriksa saksi-saksi yang berada di sekitar lokasi kejadian, termasuk pihak pesantren, diharapkan ada titik terang mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada malam naas tersebut.
Meski demikian, proses penyelidikan dipastikan akan memakan waktu, mengingat kompleksitas kasus yang melibatkan dugaan kekerasan. Penegak hukum juga meminta masyarakat untuk tetap tenang dan tidak menyebarkan spekulasi yang dapat mengganggu jalannya proses.
Kematian RF yang begitu tragis telah mengundang simpati dari berbagai kalangan. Publik berharap agar aparat kepolisian dapat bekerja secara transparan dan profesional dalam menangani kasus ini.
Kejelasan kasus ini tidak hanya penting untuk memberikan keadilan bagi almarhum RF, tetapi juga untuk memastikan keamanan dan kenyamanan para santri lainnya di pondok pesantren tersebut.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan terhadap anak-anak, terutama mereka yang tinggal di lingkungan pendidikan berbasis asrama.
Masyarakat kini menunggu perkembangan lebih lanjut dari penyelidikan ini, sembari berharap kebenaran akan segera terungkap dan keadilan ditegakkan.
“Jadi untuk detailnya itu yang tadi bisa saya sampaikan. Ini kan masih dalam proses investigasi. Tetapi yang pasti, ada beberapa temuan (dari otopsi) dan kami duga tanda-tanda kekerasan,” tuturnya.