Biden Mundur dari Pencalonan, Peneliti: Agenda Proteksionis Bisa Menguat

BACA JUGA

OLAHRAGA

TECHNOLOGY

HIBURAN

JCCNetwork.id- Mundurnya Joe Biden dalam kontestasi Pilpres 2024 di Amerika Serikat (AS) akan memengaruhi kebijakan perdagangan internasional dunia. Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Putu Rusta Adijaya, mengatakan bahwa akan ada potensi peningkatan agenda proteksionisme oleh pemerintahan Biden hingga menjelang Pilpres AS 2024.

“AS kemungkinan besar akan semakin menerapkan kebijakan proteksionis dengan mundurnya Biden dari kontestasi Pilpres AS, karena sekarang fokus Biden adalah memperkuat kembali posisi ekonomi AS dan melawan hegemoni ekspor Tiongkok, terutama untuk mobil listrik. Kemungkinan besar pemerintahan Biden berusaha ‘memenangkan’ perang dagang agar bisa terlihat ‘berhasil’ dan meninggalkan “legacy” yang kuat sebelum masa kepemimpinannya usai,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta (23/7/2024).

- Advertisement -

“Ini sudah terlihat sebelumnya dari tarif tinggi untuk barang impor strategis Tiongkok, seperti baterai litium, sel surya, baja dan aluminium,” tambah Putu.

Putu melanjutkan bahwa AS dan negara G7 lainnya mendominasi penerapan kebijakan pembatasan perdagangan terbesar di dunia.

“Data menunjukkan bahwa AS sendiri bertengger di peringkat satu dengan jumlah kebijakan pembatasan perdagangan tertinggi selama periode 2009-September 2023. Negara G7 lainnya juga mendominasi 15 besar negara yang menerapkan pembatasan perdagangan. Tiongkok saja di nomor dua. Harus diakui pula bahwa saat ini kebijakan perdagangan dunia cenderung beralih ke arah proteksionisme,” katanya.

- Advertisement -

Lebih jauh, Putu menambahkan bahwa kebijakan proteksionisme oleh AS dan Tiongkok tersebut nantinya dapat membebani kondisi perkembangan perdagangan Indonesia, terlebih karena dua negara ini adalah mitra utama perdagangan Indonesia.

“Tiongkok dan AS merupakan dua negara tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia. Di tengah kondisi perang dagang diantara keduanya, yang merugi adalah pengusaha dan konsumen Indonesia juga karena proteksionisme mereka. Pun Indonesia proteksionis, melarang impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang lebih merugi adalah masyarakat karena harus bayar barang lebih mahal. Karena supply-nya rendah, sementara demand nya tetap ada dan tinggi,” terangnya.

“Oleh karena itu, Indonesia jangan sampai ikut-ikutan roteksionis karena kita tidak tahu bentuk retaliasi dari mitra dagang, apalagi untuk negara-negara besar yang ekonominya kuat seperti AS dan China. Penting bagi Indonesia untuk mendiversifikasi negara mitra dagangnya untuk memitigasi risiko perang dagang maupun kebijakan proteksionis kedua negara adidaya tersebut, serta memperluas kerja sama perdagangan internasional dengan negara-negara lain yang potensial. Selain itu, Indonesia juga harus bisa menjamin kebebasan ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di Indonesia. Hal ini penting untuk meningkatkan profil Indonesia sebagai mitra dagang yang dapat diandalkan. Lebih jauh, dalam konteks perdagangan internasional, penting bagi Indonesia untuk mendorong comparative advantage sektor unggulan, misalnya UMKM, termasuk kerajinan tangan khas Indonesia, serta produk dan jasa khas Indonesia, maupun industri pariwisata,” tutup Putu.

- Advertisement -

BACA LAINNYA

Dortmund Tundukkan Heidenheim 4-2, Kuasai Puncak Klasemen Bundesliga

JCCNetwork.id- Borussia Dortmund sukses memetik kemenangan penting dengan menundukkan Heidenheim 4-2 pada pertandingan pekan ketiga Bundesliga 2024/2025 di Signal Iduna Park, Sabtu (14/9/2024) dini...

BERITA TERBARU

EKONOMI

TERPOPULER