JCCNetwork.id- Rencana pemerintah untuk mewajibkan asuransi pihak ketiga (third party liability/TPL) bagi semua kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor, mulai Januari 2025 menuai penolakan keras dari buruh dan pengendara ojek online (ojol). Kebijakan ini merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S. Cahyono, menyatakan penolakannya terhadap rencana asuransi wajib ini. Menurut Kahar, mayoritas pengguna sepeda motor, yang sebagian besar adalah buruh, mengandalkan kendaraan tersebut untuk keperluan sehari-hari. Ia menilai bahwa kebijakan ini akan menambah beban finansial bagi buruh, dan dianggap sebagai bukti ketidakpedulian negara terhadap kepentingan mereka.
“KSPI menolak terkait rencana asuransi wajib bagi sepeda motor ini karena bagaimanapun mayoritas pengguna motor, terutama kaum buruh, menggunakannya untuk sehari-hari,” katanya dikutip dari diskusi daring bertajuk ‘Mobil Motor Wajib Asuransi, Buat Siapa?’ pada Senin (22/7/2024).
“Di dalam keuangan ini kan bagian dari paket omnibus law yang ditolak kaum buruh karena mereduksi kesejahteraan yang selama ini didapatkan,” ujar Kahar.
Senada dengan Kahar, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono, juga menolak rencana tersebut. Igun mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kebijakan ini akan menambah beban bagi pengemudi ojol, yang sangat bergantung pada sepeda motor sebagai alat utama untuk mencari nafkah.
“Kami sebagai pengguna sepeda motor, sebagai alat transpotasi utama kami untuk mencari nafkah, itu terdampak sekali kalau ini menjadi kewajiban, sedangkan pendapatan rekan-rekan ini makin turun kan,” kata Igun.
“Nah ini makin memberatkan kalau misalkan rencana ini menjadi kewajiban. Itu sangat kami tentang kewajiban berasuransi bagi kendaraan motor,” sambungnya.
Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menjadi payung hukum untuk implementasi kebijakan asuransi wajib ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa PP tersebut akan mengatur ruang lingkup serta waktu efektif pelaksanaan program.
UU P2SK memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membentuk Program Asuransi Wajib, yang mencakup asuransi kendaraan untuk tanggung jawab hukum pihak ketiga, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana. Program ini bertujuan untuk memberikan perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat serta membentuk perilaku berkendara yang lebih aman.
“Dalam persiapannya, tentu diperlukan kajian mendalam terlebih dahulu mengenai Program Asuransi Wajib yang dibutuhkan,” kata Ogi dalam keterangan tertulis, Kamis (18/7/2024).
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Asuransi Wajib tersebut akan diatur dengan PP setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Dalam UU P2SK dinyatakan bahwa setiap amanat UU P2SK, diikuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaan yang penetapannya paling lama 2 (dua) tahun sejak UU P2SK diundangkan.
“Setelah PP diterbitkan, OJK akan menyusun peraturan implementasi terhadap Program Asuransi Wajib tersebut,” ujar Ogi.
Ogi menambahkan bahwa tujuan utama dari program asuransi wajib TPL adalah untuk mengurangi beban finansial pemilik kendaraan dalam hal kecelakaan, serta mendorong perilaku berkendara yang lebih aman.
“Lebih jauh lagi akan membentuk perilaku berkendara yang lebih baik,” tutur Ogi.
Meskipun demikian, keberatan dari buruh dan pengemudi ojol menunjukkan adanya tantangan dalam pelaksanaan kebijakan ini, yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut oleh pemerintah.