JCCNetwork.id- Pemberhentian Brigjen Endar Priantoro dari Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukanlah masalah besar. Pasalnya rotasi sudah menjadi kewenangan lembaga antirasuah. Demikian kata Ahmad Aron Hariri, Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Selasa (4/4/2023).
“Adanya surat protes yang secara khusus mengatasnamakan pegawai dari Polri dan kemudian sikap yang menjadikan Kapolri sebagai tameng atau menjadi si paling orang Kapolri, justru itu sangat tidak terpuji dan dapat merusak hubungan antar lembaga negara.” katanya.
Menurut Hariri, kedudukan antara KPK dan Polri sama secara lembaga. Jadi tidak perlu merasa lebih superior. Bahkan semua di KPK memiliki tujuan yang sama, yakni mendedikasikan diri untuk pemberantasan korupsi.
“Secara faktual, berakhirnya masa tugas yang bersangkutan di KPK menjadi dasar pemberhentian dirlidik tersebut. Namun secara kronologis administratif, surat perpanjangan dari Kapolri dan surat penghadapan dari KPK yang terjadi di waktu yang sama, bisa jadi ruang kedua lembaga itu untuk berkomunikasi langsung,” ucapnya.
Ia menambahkan, sebaiknya KPK dan Polri berkoordinasi langsung soal status dan posisi Brigjen EP. Putusan ini juga penting selanjutnya karena masalah Brigjen EP yang ramai di media bukan hanya tentang jabatannya saja. Tetapi juga soal gaya hidup hedonis yang viral diduga istri dan Brigjen EP sendiri.
“Nah gaya hedon, flexing-flexing, pamer harta dan barang mewah, serta pamer liburan ala sultan yang katanya melibatkan istrinya dan dirinya, tentunya juga harus diselesaikan. Nantinya, baik kembali ke Polri atau ke KPK, yang bersangkutan harus tetap diproses terkait isu ini,” tandasnya.