Harga LPG 3 Kg di Jatim Meroket, Warga Menjerit

BACA JUGA

OLAHRAGA

TECHNOLOGY

HIBURAN

JCCNetwork.id-Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk menghapus pengecer gas elpiji (LPG) 3 kg akhirnya menjadi polemik besar. Setelah mendapat penolakan keras dari masyarakat dan berbagai pihak, Presiden Prabowo Subianto pun turun tangan dan membatalkan keputusan tersebut.

Namun, dampak dari kebijakan itu telah dirasakan luas, terutama di luar Pulau Jawa, di mana harga LPG 3 kg melonjak tajam dan masyarakat harus berjuang mendapatkan gas bersubsidi tersebut.

- Advertisement -

Anggota Komisi VII DPR RI Syafruddin mengkritik keras kebijakan tersebut dan meminta Kementerian ESDM untuk lebih serius dalam mengelola distribusi LPG 3 kg. Ia menyoroti kondisi di Kalimantan Timur, di mana harga gas bersubsidi ini melambung hingga Rp 45.000 – Rp 60.000 per tabung sejak Februari 2025.

“Ini menjadi sorotan terutama di Masyarakat Kalimantan Timur, di mana harga LPG (3 Kg) di Kaltim bahkan bisa mencapai Rp 45.000 – Rp 60.000 per tabung sejak Februari 2025. Ini bukan pertama kali harga jual LPG 3 kg seharga ini, namun sudah berjalan cukup lama di Kalimantan Timur, terlebih jika LPG langka maka masyarakat semakin menjerit. Sudah langka dan mahal,” ujar Syafruddin dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (7/2/2025).  

Walaupun larangan penjualan eceran telah dibatalkan oleh Presiden Prabowo, Syafruddin menegaskan bahwa pengawasan ketat tetap diperlukan. Ia mengkhawatirkan praktik penimbunan oleh oknum tertentu yang bisa memperparah kelangkaan dan membuat harga semakin tidak terkendali.

- Advertisement -

“Jangan sampai ada penimbunan gas LPG 3 kg oleh orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga mengakibatkan adanya kelangkaan gas LPG 3 kg, dan mengakibatkan harga jual di pengecer jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan,” kata dia.

Ia mencontohkan kasus di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, di mana harga HET LPG 3 kg seharusnya Rp 25.000, tetapi dijual ke masyarakat dengan harga Rp 45.000 – Rp 50.000. “Hal seperti ini tidak bisa dibiarkan. Pemerintah harus memastikan distribusi LPG 3 kg benar-benar sampai ke tangan masyarakat dengan harga yang wajar,” tambahnya.

Selain masalah distribusi, Syafruddin juga menyoroti kesulitan yang dihadapi pengecer dalam memperoleh izin resmi. Menurutnya, jika kebijakan baru ingin diterapkan, maka harus ada mekanisme yang lebih mudah bagi pengecer untuk mendapatkan izin tanpa prosedur yang berbelit.

“Seperti contoh kasus di Kabupaten Berau Kalimatan Timur, HET Rp 25.000, namun dijual ke masyarakat seharga Rp 45.000 – Rp 50.000,” ucap dia.

Polemik ini bermula dari keputusan Kementerian ESDM yang melarang pengecer menjual LPG 3 kg dan memaksa mereka untuk bertransformasi menjadi pangkalan resmi. Kebijakan ini sontak memicu keresahan, mengingat banyak pengecer adalah pedagang kecil yang tidak memiliki modal atau akses untuk menjadi pangkalan resmi.

Menyadari kebijakan tersebut tidak realistis, Ketua Umum Partai Golkar yang juga Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, kemudian menggagas skema sub-pangkalan sebagai solusi. Namun, ironisnya, ia sendiri belum memiliki gambaran jelas tentang bagaimana mekanisme sub-pangkalan akan diterapkan.

“Jangan sampai malah dibuat ribet persyaratan untuk mendapatkan perizinan, mengingat banyak masyarakat menjadi pengecer atau pangkalan gas LPG 3 kg sebagai sumber mata pencaharian mereka, khususnya masyarakat menengah ke bawah,” tuturnya.

Namun, di balik kegaduhan ini, terungkap bahwa kebijakan penghapusan pengecer bukanlah keputusan Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini murni diambil oleh Menteri ESDM tanpa persetujuan presiden, sebuah tindakan yang dinilai nekat dan berisiko tinggi.

Kebijakan yang diterapkan secara grasa-grusu ini tidak hanya menyebabkan kelangkaan dan antrean panjang di berbagai daerah, tetapi juga berujung pada tragedi. Seorang warga Pamulang, Tangerang Selatan, bernama Yonih (62) meninggal dunia setelah mengantre untuk membeli gas LPG 3 kg pada Senin (3/2/2025) sekitar pukul 12.30 WIB.

Kejadian ini semakin memperparah citra buruk kebijakan tersebut di mata publik.

Menyadari dampak negatif yang ditimbulkan, Presiden Prabowo akhirnya turun tangan dan menginstruksikan agar distribusi gas kembali seperti semula, yakni melalui agen dan pengecer.

“Saya nanti rapat dengan Pertamina habis ini langsung kita maraton. Kalau memang pengecer-pengecer yang sekarang sudah bagus-bagus, sudah kita kasih dulu izin sementara untuk kita naikkan sebagai sub pangkalan tanpa biaya, enggak usah pakai biaya-biaya,” ujarnya, di Jakarta, Senin (3/2/2025).

Setelah gelombang kritik dan protes keras dari berbagai pihak, Bahlil akhirnya mengakui bahwa kebijakan yang ia terapkan keliru dan kurang melalui koordinasi yang matang. Ia pun menyatakan siap bertanggung jawab atas kegaduhan yang terjadi.

Namun, meskipun telah mengakui kesalahannya, Bahlil tetap berusaha membela diri. Ia mengklaim bahwa rencana penghapusan pengecer sebenarnya sudah diwacanakan sejak dua tahun lalu. Menurutnya, kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menduga adanya penyalahgunaan dalam distribusi LPG oleh pengecer.

Meski begitu, publik tetap mempertanyakan bagaimana kebijakan sebesar ini bisa diterapkan tanpa koordinasi yang baik dengan berbagai pihak, termasuk presiden. Bahlil kini berada dalam sorotan, dengan banyak pihak yang menuntut akuntabilitas atas kegaduhan yang terjadi

Kisruh yang terjadi akibat kebijakan sepihak ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan publik. Perubahan besar dalam sistem distribusi LPG 3 kg seharusnya dilakukan dengan persiapan matang dan mempertimbangkan dampak di lapangan.

Tanpa perencanaan yang baik, kebijakan yang bertujuan untuk kebaikan justru bisa berujung pada kekacauan dan penderitaan bagi masyarakat.

Saat ini, yang dibutuhkan bukan sekadar pencabutan kebijakan, tetapi juga evaluasi menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Pemerintah harus memastikan bahwa distribusi LPG 3 kg berjalan lancar, harga tetap terkendali, dan tidak ada oknum yang memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi. Jika tidak, maka rakyatlah yang kembali menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak pada mereka.

Rupanya kebijakan penghapusan pengecer dalam mata rantai distribusi elpiji 3 Kg, bukan kebijakan Presiden Prabowo. Berani betul Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengambil keputusan tanpa persetujuan presiden.

Kebijakan Bahlil ini telah membuat gaduh dan memakan korban jiwa. Oleh karena itu, presiden menginstruksikan agar penjualan gas kembali berjalan seperti semula di agen atau pengecer.

“Sebenarnya ini bukan kebijakan dari Presiden untuk kemudian melarang kemarin itu, tapi melihat situasi dan kondisi, tadi Presiden turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa berjalan kembali,” tutur Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Langkah grasa-grusu ini bukan saja membuat kelangkaan dan antrean, tapi juga memakan korban jiwa. Yonih (62), warga Pamulang, Tangerang Selatan, meninggal dunia setelah mengantre membeli gas elpiji 3 kilogram pada Senin (3/2/2025) sekitar pukul 12.30 WIB.

Usai kegaduhan, Ketum Partai Golkar itu mengakui dirinya bersalah karena memutuskan menghapus pengecer elpiji 3 kilogram. Dia juga akui kurang berkoordinasi dalam menerapkan kebijakan tersebut, serta siap bertanggung jawab.

“Sudahlah kesalahan itu tidak usah disampaikan ke siapa-siapa. Kami Kementerian ESDM yang harus mengambil alih tanggung jawab,” ucapnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Meski akui bersalah, Bahlil masih juga membela diri. Diklaim dia, kebijakan untuk menghapus pengecer sudah diwacanakan sejak dua tahun lalu. Menurutnya, langkah ini bentuk tindak lanjut atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal dugaan penyalahgunaan pengecer.

- Advertisement -

BACA LAINNYA

Travel Gelap Marak Jelang Mudik Lebaran: Murah dan Fleksibel, tapi Penuh Risiko

JCCNetwork.Id -Menjelang musim mudik Lebaran, fenomena travel gelap semakin marak beroperasi di berbagai daerah. Dengan menawarkan harga yang lebih fleksibel dan jadwal perjalanan yang...

BERITA TERBARU

EKONOMI

TERPOPULER