JCCNetwork.id- Di tengah hiruk-pikuk politik dan ketidakstabilan yang terus memanas, semakin banyak warga Amerika Serikat mempertimbangkan langkah drastis untuk meninggalkan negara mereka dan memulai hidup baru di luar negeri. Fenomena ini menjadi sorotan setelah laporan terbaru dari Bloomberg, yang dirilis pada Sabtu (2/11/2024), menunjukkan lonjakan permintaan terhadap layanan imigrasi yang membantu warga AS mencari alternatif kehidupan di negara lain.
Jen Barnett, seorang ahli imigrasi dan pendiri perusahaan Expatsi, mengungkapkan bahwa permintaan atas layanan mereka melonjak hingga 900% pasca debat yang mempertemukan Joe Biden dan Donald Trump. Meski Biden kini telah digantikan oleh Kamala Harris sebagai calon dari Partai Demokrat, dampak ketegangan politik yang terus berlanjut nampaknya menjadi pemicu kuat keinginan untuk pergi. Barnett menjelaskan bahwa pada bulan Oktober saja, sekitar 7.000 warga AS menyatakan minat serius untuk berpindah ke luar negeri, mencerminkan keresahan yang meluas di kalangan masyarakat Amerika.
“Sedangkan alasan kedua adalah petualangan dan pengembangan pribadi,” jelasnya dikutip.
Alasan utama keinginan warga AS untuk meninggalkan negaranya berkaitan erat dengan ketidakpastian politik yang dipicu oleh perpecahan tajam antara pendukung partai Demokrat dan Republik. Barnett mencatat bahwa bagi sebagian besar warga, suasana politik yang tidak menentu dan semakin polaristik membuat mereka merasa perlu mencari ketenangan di tempat lain. Selain alasan politik, faktor lainnya seperti dorongan untuk mengejar petualangan dan pengembangan diri juga disebutkan oleh banyak calon migran, yang ingin membuka lembaran baru di negara yang berbeda.
Tak hanya itu, laporan Bloomberg juga menyoroti peningkatan tajam dalam minat pada program migrasi berbasis investasi, di mana warga AS dapat memperoleh izin tinggal di negara lain dengan berinvestasi di sana. Negara-negara yang menjadi tujuan populer untuk program ini meliputi Antigua dan Barbuda, Portugal, Malta, Yunani, dan Spanyol. Kebijakan migrasi investasi di negara-negara ini memungkinkan calon migran untuk memperoleh status residensi dengan relatif mudah, asalkan mereka memenuhi syarat investasi yang ditentukan.
Di sisi lain, Basil Mohr-Elzeki, Direktur Pelaksana di Henley & Partners, sebuah konsultan migrasi investasi terkemuka, juga mengonfirmasi tren ini. Ia menyebut bahwa sejak tahun 2020, permintaan untuk pindah ke luar negeri dari warga AS telah meningkat hingga 500%, dengan catatan lonjakan yang lebih besar dalam sepuluh bulan pertama tahun 2024 ini. Mohr-Elzeki menilai bahwa situasi politik dalam negeri yang terus berubah dan kebijakan yang sering kali terpolarisasi menambah kekhawatiran warga yang merasa masa depan mereka lebih terjamin di negara lain.
Artur Saraiva, salah satu pendiri Global Citizen Solutions, menambahkan bahwa pemilihan presiden yang kerap diwarnai ketegangan politik dan kontroversi turut memainkan peran signifikan dalam mendorong warga untuk mempertimbangkan opsi hidup di luar negeri. Menurutnya, setiap kali pilpres berlangsung, konsultan seperti dirinya menerima lonjakan pertanyaan dari warga AS yang mencari informasi tentang prosedur imigrasi ke negara lain.
Sementara itu, persaingan antara Kamala Harris dari Partai Demokrat dan Donald Trump dari Partai Republik dalam pilpres yang dijadwalkan pada 5 November mendatang, hanya menambah ketegangan politik di kalangan masyarakat. Banyak yang melihat pilpres ini sebagai titik krusial bagi masa depan AS, dan hasil akhirnya mungkin menjadi faktor penentu bagi mereka yang masih bimbang antara bertahan atau berpindah ke negara lain.
Bagi sebagian warga AS, langkah ini bukan hanya soal politik, namun juga mencerminkan aspirasi untuk mendapatkan stabilitas, kesempatan hidup yang lebih baik, dan lingkungan yang lebih kondusif bagi pengembangan pribadi. Dengan banyaknya program migrasi yang semakin mudah diakses, terutama bagi mereka yang memiliki modal investasi, opsi untuk bertransisi ke luar negeri semakin menggiurkan.