JCCNetwork.id- Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia 98 (JARI’98), Willy Prakarsa, melontarkan kritik keras terhadap kebijakan Presiden terkait instruksi pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas) dan upaya pemberantasan premanisme. Ia menilai langkah tersebut tidak solutif dan justru bertentangan dengan semangat konstitusi serta nilai-nilai Pancasila.
“Saya tidak habis pikir mengapa ormas dan preman dijadikan kambing hitam atas terganggunya iklim investasi? Bukankah tugas negara adalah menciptakan ruang dialog dan rekonsiliasi nasional, bukan cipta kondisi yang malah menambah kegelisahan publik?” ujar Willy dalam keterangannya, Selasa (27/5/2025).
Ia mempertanyakan dasar analisis dan strategi yang digunakan Presiden dalam mengambil kebijakan tersebut. Menurutnya, pemerintah semestinya memanfaatkan konsultan dari berbagai bidang secara lebih bijak, terutama dalam konteks hukum, ekonomi, dan sosial budaya.
“Sudah enam bulan pemerintahan berjalan, tapi progresnya belum terlihat nyata. Sementara ekonomi nasional masih lumpuh dan lapangan kerja tak kunjung terbuka,” sambungnya.
Willy menilai bahwa kebijakan pembubaran ormas justru melanggar hak asasi manusia dan tidak sejalan dengan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ia menilai langkah tersebut tidak hanya tidak manusiawi, tapi juga mengabaikan realitas bahwa sebagian besar kelompok yang kini dianggap mengganggu justru merupakan bagian dari basis pemilih Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo-Gibran.
Alih-alih membubarkan ormas, Willy mengusulkan agar Kementerian Dalam Negeri memberikan edukasi dan sosialisasi yang humanis kepada kelompok-kelompok masyarakat. Ia meyakini bahwa jika lapangan kerja dibuka luas dan proses rekrutmen dipermudah, maka premanisme akan hilang dengan sendirinya.
“Pembubaran ormas itu pelanggaran HAM. Dan jika alasannya karena gangguan investasi, negara mana yang sebenarnya mau berinvestasi ke Indonesia?” sindirnya.
Sebagai solusi, JARI’98 dan jaringan aktivis lainnya seperti JABRIG menyarankan agar pemerintah justru fokus memberantas oligarki kapital yang selama ini menguasai lingkaran kekuasaan. Menurutnya, dana yang tersimpan di Danatara dan Kementerian Pertahanan dapat digunakan sebagai modal usaha rakyat agar tercipta lapangan kerja yang luas.
Lebih jauh, ia juga menyoroti program ketahanan pangan yang melibatkan TNI dan Polri, yang menurutnya di luar kewenangan kedua institusi tersebut.
“Ketahanan pangan itu ranah Kementerian Pertanian. Jangan jadikan TNI dan Polri sebagai instrumen politik,” tegas Willy.
Willy menambahkan para aktivis reformasi menyerukan agar pemerintah berhenti memanjakan partai politik dengan tambahan anggaran. Ia menyebut elit politik sebagai biang kerok masalah negeri ini sejak sebelum dan sesudah kemerdekaan.
“Rekonsiliasi nasional harus diwujudkan segera agar Indonesia aman dan nyaman. Jangan terus-menerus menjadikan rakyat kecil sebagai korban dari kebijakan yang salah arah,” tandasnya.