JCCNetwork.id- Imparsial, sebuah lembaga pemantau independen, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi di Badan SAR Nasional (BASARNAS) melalui pengadilan umum. Hal ini menyusul insiden KPK meminta maaf dan menyerahkan perkara yang melibatkan prajurit militer aktif ke pengadilan militer, menimbulkan kekhawatiran akan akuntabilitas dan transparansi sistem penegakan hukum di Indonesia.
Pada 25 Juli 2023, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan terhadap dugaan praktik korupsi dalam tender proyek di BASARNAS, yang mengakibatkan dua perwira militer aktif, yaitu Kepala BASARNAS RI, Marsdya Henri Alfiandi, dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, ditetapkan sebagai tersangka. Namun, KPK meminta maaf dan menyerahkan proses hukum kepada Puspom TNI dengan alasan yurisdiksi hukum keduanya sebagai militer aktif.
Imparsial menilai langkah KPK tersebut keliru dan berpotensi merusak upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK seharusnya menggunakan UU KPK sebagai dasar hukum untuk memproses militer aktif yang terlibat dalam kasus korupsi. KPK seharusnya dapat mengabaikan mekanisme peradilan militer dengan asas lex specialist derogat lex generalis (UU yang khusus mengalahkan UU yang umum) dalam kasus ini.
Permintaan maaf dan penyerahan perkara kepada Puspom TNI dipandang sebagai langkah yang menghalangi transparansi dan akuntabilitas dalam pengungkapan kasus ini. Hal ini juga dapat menciptakan kesan impunitas bagi kedua tersangka. Sistem peradilan militer yang eksklusif bagi prajurit militer yang terlibat tindak kejahatan sering kali menjadi kendala dalam penegakan hukum dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya penghindaran dari proses peradilan umum.
Imparsial juga menekankan pentingnya KPK untuk tetap mengusut kasus ini secara transparan dan akuntabel. Kasus ini harus dijadikan momentum untuk mengevaluasi proses pengadaan barang atau jasa dalam institusi militer dan eksternalnya agar lebih transparan dan akuntabel sehingga dapat mencegah kerugian keuangan negara.
Lembaga ini juga mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, yang sering kali digunakan sebagai sarana impunitas bagi prajurit militer dan menghalangi proses peradilan umum. Evaluasi keberadaan prajurit TNI aktif di berbagai instansi sipil juga harus dilakukan, terutama di instansi yang bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU TNI, untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Imparsial mengharapkan agar KPK berani memproses hukum prajurit TNI yang terlibat korupsi tanpa takut menghadapi UU peradilan militer yang mungkin menjadi penghalang dalam pemberantasan korupsi ini. Semua pihak diharapkan bekerja sama untuk menciptakan keadilan dan akuntabilitas dalam penegakan hukum di Indonesia. Demikian keterangan tersebut disampaikan Gufron Mabruri, Ardi Manto, Husein Ahmad, dan Al Araf dalam keterangan pers hari ini, Jumat 28 Juli 2023.