Oleh: Monalisa Panggabean/Aktivis’98
JCCNetwork.id- Saya, mona panggabean, Ketua Umum GPP (Gerakan Pemerhati Perempuan) berkonsentrasi memperhatikan, mencermati, mencari titik temu jalan keluar dan menarik kesimpulan pada persoalan-persoalan kaum perempuan Indonesia dari sabang sampai merauke.
Apa yg sudah diperjuangkan oleh Ibu Kita Kartini, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang dan lain-lainnya dalam hal menegakkan ketidak berdayaan menjadi keberdayaan, emansipasi wanita dalam kesetaraan pendidikan, kesehatan, interaksi sosial, pengembangan kreativis diri, kesempatan peluang kerja tanpa diskriminatif gender dan tentunya juga kesetaraan dalam hukum, perlindungan dari kriminalitas kekerasan fisik dilingkungan tinggal sehari-sehari, dilingkungan kerja dan didalam rumah tangga, mulai kita rasakan dan nikmati saat ini.
Apa yang diperjuangkan berabad abad lamanya oleh perempuan perempuan tangguh sebelum kita adalah hal yang harus disyukuri, perempuan Indonesia hari ini banyak yang berpendidikan tinggi, banyak juga memilki pekerjaan yang jauh lebih hebat dari kaum laki laki, sebuah emansipasi yang indah, tentunya.
Tapi sayangnya proses pencapaian emansipasi wanita yg sedang dalam proses pengembangan kearah yang menjadi lebih baik, lebih hebat ini, harus dicederai oleh oknum perempuan yang memanfaatkan proses kesetaraan ini utk kepentingan keuntungan dirinya sendiri.
Contoh seperti apa yang dilakukan oleh saudari Wiwik Putriani dibanyak media sosial, yang seolah olah mencoba memberikan narasi kepada publik bahwa beliau teraniaya dan terdzolimi oleh sang suami didalam rumah tangganya.
Setinggi tingginya seorang perempuan tetap adalah seorang istri, partner hidup seorang suami dalam suka duka, dan ketika melemparkan opini kepada publik apakah Wiwik Putriani pernah jujur mengatakan bahwa suaminya dalam keadaan terpuruk fisik dan mental? Menderita stroke dan hidup dikursi roda ketika Wiwik Putriani memaksa sisuami yang sdh tak berdaya ini utk menceraikannya, lalu membangun opini seolah olah saudari Wiwik ini adalah korban dari kekerasan dalam rumah tangga, mendapatkan tindak penganiayaan dari sang suami, sementara faktanya sisuami ini penderita stroke berat yg hidup dikursi roda, apakah mungkin mampu melakukan penganiayaan?
Kepada saudari Wiwik Putriani, kami dari Gerakan Pemerhati Perempuan meminta Wiwik utk jujur pada pemberitaan, jangan memanfaatkan emansipasi dan hak hak azasi perempuan untuk hal-hal yang manipulatif.
Dan pesan kami kepada Wiwik Putriani, kami paham kalau saudari ingin ada ditempat yang tinggi, tapi naik tanggalah berproses dari anak tangga pertama hingga yg tertinggi, jangan melompat, nanti terpeleset, jatuh, tentu itu sangat menyakitkan.
Demikian paparan dari kami Gerakan Pemerhati Perempuan (GPP) untuk seluruh perempuan perempuan tangguh seluruh Indonesia dari sabang sampai merauke, mari kita bergerak menjadi perempuan perempuan hebat Indonesia, menjadi istri dan ibu yang membangun surga dalam rumahnya.