JCCNetwork.id-Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintah, termasuk inisiatif yang mendapatkan perhatian khusus dari Presiden Prabowo Subianto, kini tengah melangkah lebih jauh dengan pendanaan yang melibatkan uang pribadi dari sang Presiden.
Hal ini terungkap setelah sejumlah wilayah, termasuk Kendari di Sulawesi Tenggara, menerima kontribusi dalam mendanai kebutuhan program tersebut.
Langkah ini mencerminkan komitmen Prabowo dalam mewujudkan program sosial yang besar dan ambisius ini, meskipun tantangan besar masih menghantui.
Program MBG bertujuan memberikan akses makanan bergizi secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan, dan diharapkan dapat menjangkau hingga 15 hingga 20 juta orang pada akhir tahun 2025.
Jumlah penerima manfaat yang terbilang sangat besar ini tentu memerlukan dana yang tidak sedikit. Bahkan, menurut Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, biaya yang diperlukan untuk mendanai program ini sangat fantastis.
“Tentunya kalau (makan bergizi gratis) hanya rely on pada APBN, ini akan menjadi berat ya buat APBN. Sementara itu, program pemerintah yang lain kan tidak hanya MBG. Ada IKN, kemudian infrastruktur lainnya,” ungkapnya saat dihubungi.
Dalam pandangan Esther, program MBG yang dicanangkan pemerintah memang membutuhkan anggaran yang sangat besar. Berdasarkan data yang ada, untuk tahap pertama di tahun ini, anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 71 triliun.
Angka yang tidak bisa dipandang remeh, mengingat pemerintah juga harus memprioritaskan anggaran untuk berbagai program penting lainnya, seperti Ibu Kota Negara (IKN) dan pembangunan infrastruktur yang sudah menjadi komitmen pemerintah.
Namun, kendala besar muncul dalam pemenuhan kebutuhan dana tersebut. Meskipun APBN diharapkan menjadi sumber utama pendanaan, kebutuhan akan pengelolaan keuangan yang efisien dan berbasis pada penghematan anggaran tetap harus menjadi perhatian utama.
“Cukup fantastis ya memang. Kalau kita lihat angka dalam APBN ini kurang lebih sekitar Rp 71 triliun untuk tahap pertama, tahun pertama ini. Tentunya ini bukan angka atau anggaran yang kecil,” kata Esther terkait program makanbergizi gratis.
Namun, Esther juga menyarankan solusi yang lebih holistik untuk menghadapi tantangan pembiayaan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan penerimaan negara, khususnya melalui investasi baik domestik maupun asing.
“Pemerintah mengecilkan anggaran dari program-program lainnya, ini yang terjadi gitu. Nah, ke depannya ya memang harus dievaluasi. Kecuali pemerintah bisa men-generate income lebih banyak untuk bisa men-deliver program makan bergizi gratis ini sesuai dengan target yang ditetapkan, tetapi bukan dari utang,” jelasnya.
Pendanaan melalui investasi asing, menurut Esther, diharapkan bisa menciptakan dampak yang berkelanjutan bagi program MBG, bahkan dapat membuka peluang bagi sektor-sektor ekonomi lainnya untuk berkembang. Pengembangan sektor industri dalam negeri juga menjadi faktor penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor dan menstabilkan perekonomian Indonesia.
Sementara itu, kontribusi pribadi yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam mendanai program ini bisa dilihat sebagai bentuk keseriusan dan perhatian pemerintah terhadap masalah kemiskinan dan gizi buruk yang masih menghinggapi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Namun, langkah ini tentu tidak dapat bertahan lama tanpa dukungan yang lebih luas, baik dari anggaran negara maupun upaya-upaya strategis dalam meningkatkan penerimaan negara.
Dengan beragam tantangan yang dihadapi, jelas bahwa keberhasilan program Makan Bergizi Gratis tidak hanya bergantung pada anggaran yang besar, tetapi juga pada kesadaran kolektif untuk mewujudkan ekonomi yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Ke depannya, pemerintah perlu mengevaluasi dan menyesuaikan strategi pembiayaan agar tujuan besar ini dapat tercapai tanpa menambah beban utang negara.
“Dengan investasi tersebut maka diharapkan ada penciptaan lapangan pekerjaan di sini, di Indonesia. Kemudian menghasilkan produk.
Kalau bisa produknya diekspor. Terus impornya juga direm. Tidak semuanya harus diimpor. Ini yang terkait dengan program makan bergizi gratis,” katanya.