JCCNetwork.id- Kejaksaan Agung (Kejagung) mengintensifkan penyelidikan terkait dugaan suap yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas terdakwa kasus pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur. Tindakan suap ini diduga diatur oleh pengacara terdakwa, Lisa Rachmat (LR), yang kini menjadi salah satu tersangka dalam kasus ini. Penyidik fokus pada penelusuran asal dana yang digunakan untuk memuluskan pembebasan Ronald.
“Nah kemudian dengan LR ini akan didalami bagaimana sumber dananya, tentu apakah ini merupakan dana yang disiapkan oleh yang bersangkutan. Tentu ini pertanyaan besarnya juga, lalu dananya dari siapa,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Senin, 28 Oktober 2024.
Dalam kasus ini, Lisa bersama tiga hakim yang terlibat, yaitu Eriantuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi. Kejagung menduga bahwa tindakan suap ini melibatkan lebih dari sekadar hubungan pengacara dan hakim, mengingat besarnya dana yang digunakan.
“Nah nanti itu yang saya sebutkan penyidik akan mendalami bagaimana peran dari pihak-pihak terkait dengan peristiwa ini. Misalnya apakah LR dalam menyediakan uang terhadap tiga hakim ini, dari mana sumbernya? Nah ini kan akan terus didalami,” ungkap Harli.
Harli menduga uang suap tersebut bukan dari kocek pribadi Lisa. Bila menggunakan logika awam, kata Harli, uang tersebut dari pihak yang berkaitan dengan perkara.
“Siapa yang berkaitan dengan perkara? Nah, semua itu nanti dari keterangan-keterangan yang akan didapatkan oleh penyidik akan terus dilakukan klarifikasi,” ujar mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat itu.
Penyidik Kejagung melakukan serangkaian penggeledahan pada Rabu, 23 Oktober 2024, di tempat tinggal ketiga hakim di Surabaya, Jawa Timur, dan Semarang, Jawa Tengah, serta rumah Lisa di Jakarta Pusat. Dari penggeledahan tersebut, Kejagung menyita sejumlah uang tunai baik dalam bentuk rupiah maupun mata uang asing dengan nilai total mencapai Rp20.389.371.067.
Selain itu, Kejagung juga mengamankan dokumen-dokumen yang diduga berkaitan dengan aliran dana suap. Penyidik berencana melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap catatan keuangan Lisa untuk mengidentifikasi pihak lain yang mungkin terlibat dalam pendanaan suap ini.
Kejagung juga mengungkap adanya aliran dana suap dari Lisa kepada mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, dengan tujuan memperkuat putusan kasasi yang mendukung pembebasan Ronald Tannur. Zarof, yang kini juga berstatus tersangka, disebut menerima Rp1 miliar sebagai bagian dari “biaya makelar” dalam kasus ini. Rencananya, uang tersebut akan dialirkan kepada tiga hakim agung berinisial S, A, dan S dengan total Rp5 miliar, namun proses tersebut tertunda lantaran Zarof keburu ditangkap Kejagung.
“Sesuai catatan LR yang diberikan kepada ZR, (Rp5 miliar itu) untuk hakim agung atas nama S, A, dan S lagi, yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur. Namun, ZR tidak mau menerima uang rupiah tersebut lantaran jumlahnya banyak. ZR menyarankan uang rupiah tersebut ditukar dengan mata uang asing di salah satu money changer kawasan Blok M, Jakarta Selatan,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Abdul Qohar, saat konferensi pers, Jumat, 25 Oktober 2024.
Kasus ini bermula ketika Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, 29 tahun. Putusan tersebut mengundang sorotan publik hingga akhirnya dikoreksi oleh Mahkamah Agung yang memutuskan hukuman lima tahun penjara bagi Ronald di tingkat kasasi. Meski jauh di bawah tuntutan jaksa, Ronald telah dieksekusi dan dijebloskan ke penjara untuk menjalani hukuman atas perbuatannya.
Penyelidikan Kejagung terhadap kasus suap ini diharapkan bisa membuka tabir baru atas praktik mafia peradilan di Indonesia dan menyeret seluruh pihak yang terlibat ke hadapan hukum.