JCCNetwork.id- Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira, mengungkapkan kebingungannya terkait definisi anggaran pendidikan di Indonesia. Menurutnya, anggaran pendidikan yang seharusnya jelas dalam implementasi malah menjadi kabur dan fleksibel.
“Persoalan utama nya adalah mandatory anggaran pendidikan 20 persen itu dalam implementasinya diterapkan menjadi anggaran fungsi pendidikan. Dan definisi anggaran fungsi pendidikan ini agak kabur definisinya,” tutur Andreas di Jakarta, dikutip, Senin (9/9/2024).
Andreas menjelaskan bahwa fleksibilitas ini mempengaruhi kebijakan anggaran dalam APBN dan cara pemanfaatan anggaran di lapangan.
“Sehingga dalam implementasinya juga bisa ditafsirkan sangat fleksibel dan bisa menjadi kabur. Baik dalam kebijakan anggaran di APBN, maupun dalam implementasi pemanfaatan anggaran di lapangan,” imbuhnya.
Dalam APBN 2024, dari total Rp665,02 triliun yang dialokasikan untuk anggaran pendidikan, sekitar 52 persen digunakan untuk transfer daerah dan dana desa, yakni Rp346,6 triliun.
“(Kemudian) 12 persen untuk pengeluaran pembiayaan, 9 persen untuk Kemenag, 7 persen untuk non K/L (Kementerian/Lembaga) dan 5 persen K/L yang mengelola pendidikan,” ungkap dia.
Kemendikbudristek, yang memiliki tanggung jawab utama terhadap pendidikan, hanya mendapatkan 15 persen dari total anggaran 20 persen tersebut.
Andreas menambahkan bahwa tanggung jawab anggaran pendidikan saat ini tersebar di berbagai kementerian dan lembaga, termasuk pemerintah daerah.
Ia mencontohkan bahwa pembangunan jalan menuju sekolah seringkali dianggap sebagai bagian dari anggaran pendidikan.
“Karena misalnya dana 52 persen Transfer Daerah dari 20 persen mandatory APBN langsung merupakan tanggung jawab Pemda. Sementara pada level implementasi anggaran di daerah sering ditemukan, misalnya, anggaran pembangunan jalan menuju sekolah sering diterjemahkan sebagai anggaran pendidikan,” kata Andreas.
“Sehingga menurut saya yang perlu dilakukan adalah, pertama perlu didefiniskan secara tegas yang dimaksudkan dengan anggaran pendidikan. Kedua, kalau mau lebih efektif tanggung jawab alokasi dan pengawasan, harus ada pada satu birokrasi, yaitu di Kemendikbudristek,” pungkasnya.