JCCNetwork.id- Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri kini tengah mendalami kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan puluhan warga negara Indonesia (WNI).
Kasus ini mencuat setelah terungkap bahwa 50 WNI telah dikirim ke Sydney, Australia, untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK). Polisi kini tengah mencari pelaku lain yang terlibat dalam jaringan ini.
Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, menjelaskan kepada wartawan pada Rabu, 24 Juli 2024, bahwa pihaknya bekerja sama dengan Australian Federal Police (AFP), Div Hubinter Polri, dan Kementerian Luar Negeri untuk melacak tersangka lainnya. Djuhandani menambahkan bahwa mereka juga tengah mengidentifikasi para korban yang terlibat. Dari 50 WNI yang dikirim ke Sydney, sebagian sudah kembali ke Indonesia.
“Kami terus bekerja sama dengan Australian Federal Police (AFP), Div Hubinter Polri dan Kementerian Luar Negeri untuk menelusuri tersangka lainnya,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro kepada wartawan Rabu, 24 Juli 2024.
“Jumlah WNI yang direkrut dan diberangkatkan untuk dipekerjakan
sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Australia kurang lebih sebanyak 50 orang dan tersangka mendapatkan keuntungan sekitar Rp500 juta,” beber Djuhandani.
Sebagian besar korban berasal dari Jawa dan mengetahui bahwa mereka akan dikirim ke Sydney untuk bekerja sebagai PSK. Namun, prosedur perekrutan dan pemberangkatan yang dilakukan oleh jaringan TPPO ini melanggar aturan. Selain itu, janji gaji tinggi yang ditawarkan oleh agensi ternyata tidak terealisasi.
Kasus ini terungkap setelah AFP memberikan informasi pada 6 September 2023 mengenai dugaan perdagangan orang dengan modus WNI yang bekerja sebagai PSK di Sydney. Menindaklanjuti informasi tersebut, Polri segera melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Dalam proses penyelidikan, polisi berhasil menangkap dua tersangka. Tersangka pertama, FLA, seorang wanita berusia 36 tahun, ditangkap di rumahnya di Jakarta Barat. FLA berperan sebagai perekrut korban, yang juga menyiapkan visa dan tiket keberangkatan korban ke Sydney. Selanjutnya, korban diserahkan kepada saudara SS alias Batman yang berada di Sydney.
Tersangka kedua, SS alias Batman, yang diungkap oleh AFP di Sydney, berperan sebagai koordinator di beberapa lokasi prostitusi di kota tersebut.
Keduanya kini dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara, minimal 3 tahun penjara, serta denda antara Rp120 juta hingga Rp600 juta.