JCCNetwork.id- Penolakan terhadap penerapan asas dominus litis dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) semakin meluas. Kali ini, kritik datang dari mantan narapidana teroris, Muhammad Sofyan Tsauri, yang menilai bahwa asas tersebut dapat mengancam demokrasi di Indonesia. Menurutnya, jika diterapkan, asas dominus litis akan menjadikan Kejaksaan sebagai lembaga dengan kewenangan super power, sementara Polri berpotensi kehilangan independensinya dalam proses penegakan hukum.
Ia menekankan bahwa Polri seharusnya diperkuat seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan agar sistem hukum tetap berjalan secara objektif dan tidak berada di bawah kendali satu institusi tertentu. Jika kewenangan hukum hanya dikuasai satu lembaga, dikhawatirkan akan terjadi ketimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dapat melemahkan prinsip demokrasi serta independensi penegakan hukum di Indonesia.
Sementara itu, gelombang protes terhadap asas dominus litis terus bergulir. Pada Jumat, 14 Februari 2025, sekitar 3.000 massa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Masyarakat Indonesia se-Jabodetabek dan Banten turun ke jalan. Mereka menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, dengan tuntutan agar asas dominus litis dihapus dari RKUHAP.
Dalam aksi tersebut, para demonstran membawa spanduk dan keranda sebagai simbol matinya hukum di Indonesia. Selain itu, mereka juga melakukan pembakaran ban serta menggelar teaterikal yang menggambarkan praktik lobi-lobi dalam penyelesaian hukum oleh oknum pegawai Kejaksaan.