JCCNetwork.id- Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Bali, I Made Santha, mengungkapkan bahwa minat masyarakat Bali terhadap kendaraan bermotor listrik berbasis baterai semakin meningkat pesat dalam tiga tahun terakhir. Peningkatan ini, menurut Santha, disebabkan oleh persepsi masyarakat yang melihat kendaraan listrik lebih praktis dalam pemeliharaan dan memiliki keuntungan dari segi pajak.
“Penyebabnya karena masyarakat Bali melihat kendaraan listrik itu lebih praktis dari sisi pemeliharaannya dan dari aspek pajak,” kata Santha di Denpasar.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, jumlah kendaraan listrik di Bali pada tahun 2021 tercatat sebanyak 438 unit, yang terdiri dari 382 kendaraan roda dua dan 53 kendaraan roda empat. Pada tahun 2022, jumlah ini meningkat menjadi 880 unit dengan 695 kendaraan roda dua dan 185 kendaraan roda empat. Pertumbuhan yang signifikan terjadi pada tahun 2023, di mana jumlah kendaraan listrik mencapai 3.837 unit, terdiri dari 3.458 kendaraan roda dua dan 379 kendaraan roda empat.
“Pertumbuhan kendaraan listrik roda dua di 2023 dibandingkan tahun 2022 mencapai 397,55 persen dan untuk roda empat sebesar 104,86 persen,” ucap Santha.
Data terbaru dari periode Januari hingga 7 Agustus 2024 mencatat penambahan sebanyak 2.154 unit kendaraan listrik, dengan rincian 1.746 unit kendaraan roda dua dan 408 unit kendaraan roda empat. Secara kumulatif, sejak tahun 2021 hingga 7 Agustus 2024, jumlah kendaraan listrik di Bali mencapai 7.752 unit, terdiri dari 6.682 kendaraan roda dua dan 1.070 kendaraan roda empat.
Namun, Santha menyebut bahwa pertumbuhan pesat kepemilikan kendaraan listrik ini juga memiliki dampak negatif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov Bali, khususnya dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
“Bali yang digerakkan dari sektor pariwisata, keberadaan kendaraan listrik memang menjadi harapan untuk menekan polusi udara. Tetapi ketika ditekan pendapatan daerah dengan tidak ada pajaknya, kami harapkan pemerintah pusat dapat mempertimbangkan substitusi pendapatan lainnya, misalnya dari perdagangan karbon,” katanya.
Dengan Bali yang sebagian besar ekonominya digerakkan oleh sektor pariwisata, keberadaan kendaraan listrik memang diharapkan mampu menekan tingkat polusi udara. Namun, Santha mengkhawatirkan penurunan pendapatan daerah akibat penghapusan pajak kendaraan listrik. Ia berharap pemerintah pusat dapat mempertimbangkan pengganti pendapatan lain, seperti dari perdagangan karbon.
Pendapatan dari PKB yang rata-rata mencapai lebih dari Rp1,4 triliun per tahun selama ini menjadi penyumbang terbesar PAD Bali.
“Oleh karena itu, akan sangat berdampak pengurangan pendapatan dari sisi PKB, dengan semakin banyaknya kepemilikan kendaraan listrik di Bali,” ucapnya.
Dengan situasi ini, pemerintah daerah Bali dihadapkan pada tantangan untuk mencari solusi yang seimbang antara mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan dan menjaga stabilitas pendapatan daerah.