JCCNetwork.id- Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Keputusan ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024, yang dinilai menjadi langkah penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
Banyak pihak menyambut baik keputusan ini sebagai upaya purifikasi demokrasi, yang selama ini dianggap terlalu didominasi oleh praktik politik mahar dibandingkan pertarungan ideologi. Dengan dihapusnya presidential threshold, partai politik kini memiliki kebebasan penuh untuk mengusung kandidat presiden dan wakil presiden mereka tanpa harus berkoalisi.
Namun, keputusan ini juga menuai skeptisisme. Beberapa pihak khawatir, langkah ini justru dapat membuka peluang yang lebih luas bagi praktik politik mahar. Tanpa adanya ambang batas, potensi partai-partai politik kecil menawarkan dukungan dengan imbalan tertentu dianggap semakin besar.
Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada, Herlambang Perdana Wiratraman, menilai bahwa keputusan ini memang belum mampu sepenuhnya menghapus praktik politik mahar.
Keputusan ini sekaligus membuka peluang lebih besar bagi lahirnya calon-calon alternatif yang sebelumnya terhalang oleh aturan ambang batas. Sebagai dampaknya, persaingan dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2024 diperkirakan akan semakin dinamis.