JCCNetwork.id-Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan permasalahan yang sudah lama melanda lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia, yaitu persoalan overcapacity atau kelebihan penghuni. Masalah ini, menurut Yusril, bukanlah hal mudah yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Hal ini ia sampaikan dalam wawancara di Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/11/2024), menyusul insiden kaburnya tujuh narapidana kasus narkotika dari Rumah Tahanan (Rutan) Salemba pada 12 November lalu.
Menurut Yusril, peningkatan jumlah narapidana di lapas tidak sebanding dengan fasilitas yang tersedia, dan sebagian besar penghuni lapas berasal dari kasus narkotika. Ia menegaskan, permasalahan ini memerlukan pendekatan yang komprehensif dan perbaikan dari sisi regulasi, khususnya terkait dengan undang-undang narkotika.
“Memang masalah overcapacity itu sudah lama sebenarnya, tidak mudah untuk mengatasi persoalan ini,” kata Yusril kepada wartawan di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024).
Ia menambahkan bahwa peningkatan berbagai jenis kejahatan, khususnya narkotika, seiring dengan perubahan sosial di masyarakat semakin memperburuk keadaan lapas.
Gagasan ini, menurut Yusril, mengarah pada pengalihan pengguna narkotika dari pidana penjara ke bentuk rehabilitasi. Dengan cara ini, diharapkan jumlah penghuni lapas dapat berkurang, dan para pengguna narkotika dapat memperoleh pembinaan yang lebih efektif.
“Oleh karena berbagai jenis kejahatan itu meningkat sejalan terjadinya perubahan di dalam masyarakat dan sebanyak apapun LP (lembaga permasyarakatan) kita buat, ya tidak akan pernah berhasil memberantas kejahatan itu sendiri,” ucap Yusril.”Karena itu memang diperlukan satu pemikiran yang lebih dalam sebenarnya, baik perbaikan dari segi peraturan perundang-undangan terutama narkotika ini,” tambah dia.
Namun, Yusril mengakui bahwa penerapan kebijakan ini masih dalam tahap diskusi dan membutuhkan kajian mendalam. Ia menambahkan bahwa sekitar 50 persen penghuni lapas saat ini adalah narapidana kasus narkotika. Hal ini semakin menyulitkan proses pembinaan di dalam lapas, terutama karena pengguna narkotika ditempatkan bersama narapidana lain yang memiliki latar belakang kriminal yang berbeda.
“Apakah pengguna (narkotika) itu semestinya direhabilitasi oleh negara, sedangkan pengedar dipidana? Sementara kadang-kadang memang terjadi yang pengedar tapi pemakai juga, karena itu memang sangat selektif,” ungkapnya.
Yusril menutup pernyataannya dengan komitmen bahwa pemerintah akan terus mencari solusi untuk masalah ini.
“Ini berat sekali bagi pembinaan narapidana. Membina mereka itu tidak mudah, apalagi orang yang jadi pengguna narkotika ditempatkan di satu lembaga dengan orang lain yang sebenarnya tidak menjadi pemakai,” tuturnya.”Percayalah, kami akan mencoba mencari jalan keluar mengatasi masalah ini,” pungkas Yusril.
Sebagai informasi, insiden kaburnya tujuh tahanan dari Rutan Salemba pada Selasa (12/11) pagi menambah urgensi masalah overcapacity. Salah satu yang kabur adalah Murtala bin Ilyas alias Murtala Ilyas, seorang tersangka pengedar narkoba yang pernah ditangkap Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Barat. Murtala bersama enam tahanan lainnya berhasil meloloskan diri dengan menjebol terali besi ventilasi sel pada pukul 07.50 WIB, saat petugas rutan sedang melakukan serah terima jaga antara petugas malam dan petugas pagi.
Upaya pengejaran masih berlangsung, dan pihak kepolisian bersama Ditjen PAS berkoordinasi untuk menangkap kembali ketujuh tahanan tersebut. Insiden ini sekaligus menjadi pengingat bahwa masalah overcapacity tidak hanya memengaruhi kondisi dalam lapas, tetapi juga berpotensi membahayakan keamanan di luar lingkungan pemasyarakatan.