JCCNetwork.id- Senin (4/11/2024) menjadi hari yang kelam bagi masyarakat Kijang, Kabupaten Bintan. Seorang pria berusia 34 tahun, yang dikenal dengan inisial BS, ditemukan dalam kondisi mengenaskan di kawasan hutan Senggarang, Kota Tanjungpinang. Kejadian tragis ini terungkap setelah petugas Polsek Tanjungpinang Kota menerima laporan dari warga yang melaporkan adanya bercak darah di jalan, serta sepeda motor yang ditinggalkan di lahan kosong sekitar hutan.
Mendapatkan laporan tersebut, tim kepolisian segera bergerak menuju lokasi untuk melakukan penyisiran. Setelah beberapa saat melakukan pencarian, petugas akhirnya menemukan BS sekitar 300 meter dari tempat sepeda motornya terparkir. Ia ditemukan tergeletak lemah di tengah hutan, dengan luka berdarah serius di bagian perutnya. Keadaan ini menunjukkan betapa mendesaknya situasi yang dihadapi oleh BS.
Kapolsek Tanjungpinang Kota, Iptu Missyamsu Alson, menjelaskan bahwa dugaan sementara mengindikasikan bahwa BS berada dalam kondisi depresi yang parah. Menurut keterangan keluarga, beban mental yang dihadapinya berkaitan dengan biaya persalinan yang sangat tinggi, mencapai Rp 40 juta. Iptu Alson menambahkan,
“Saat ditemukan, korban dalam kondisi tidak sadarkan diri. Dugaan sementara, korban hendak melakukan percobaan bunuh diri akibat depresi masalah ekonomi biaya persalinan istirnya. Dia (korban) lihat Google biaya persalinan Rp 40 juta, mungkin itu yang buat dia depresi,” ungkap Alson.
Kondisi BS yang kritis membuatnya segera dilarikan ke rumah sakit provinsi untuk mendapatkan perawatan medis yang diperlukan. Pihak rumah sakit diharapkan dapat memberikan penanganan yang optimal agar BS dapat pulih dari keadaan ini.
Peristiwa ini tidak hanya menggugah empati tetapi juga menyoroti masalah yang lebih besar terkait kesehatan mental dan tekanan ekonomi yang dialami banyak orang. Masalah biaya persalinan yang tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi bisa menjadi pemicu stres yang berat, yang sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Melihat dari sudut pandang yang lebih luas, kejadian ini mengingatkan kita akan pentingnya dukungan sosial dan akses terhadap layanan kesehatan mental yang memadai.
Dengan harapan, kasus ini bisa menjadi titik awal untuk diskusi lebih mendalam tentang isu-isu kesehatan mental, terutama bagi mereka yang terjebak dalam tekanan ekonomi yang berat. Masyarakat dan pihak berwenang diharapkan bisa lebih peka terhadap gejala-gejala depresi dan potensi risiko yang dihadapi oleh individu seperti BS, agar tidak ada lagi nyawa yang terenggut akibat masalah yang seharusnya dapat diatasi bersama.