JCCNetwork.Id –Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Hari Nugroho, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menyiapkan kebijakan baru yang mengatur pembelian LPG 3 kilogram (kg), atau yang dikenal dengan gas melon, dengan menggunakan QRIS (Kode QR).
Langkah ini bertujuan untuk mengendalikan distribusi dan kuota gas subsidi di Jakarta, sekaligus mencegah penyalahgunaan yang selama ini memungkinkan warga luar Jakarta untuk membeli LPG 3 kg yang seharusnya diperuntukkan bagi warga ibu kota.
Dalam penjelasannya yang disampaikan pada Selasa (11/2/2025), Hari Nugroho menyatakan bahwa sistem QRIS yang akan diterapkan nantinya akan memanfaatkan teknologi serupa dengan RFID (Radio Frequency Identification).
“Nanti kita atur. Begitu sudah kita atur berapa pengguna elpiji yang di Jakarta, siapa yang berhak terima, database-nya kita lengkap, nah nanti menurut dari Dinas Perdagangan mau dibikin kayak QRIS. Begitu di-tap, kayak RFID (Radio Frequency Identification), di-tap ternyata lho kok KTP-nya bukan DKI. Nah, berarti ketahuan,” jelas Hari di Jakarta, Selasa (11/2/2025), dikutip.
Dengan cara ini, saat warga melakukan transaksi pembelian gas melon, sistem akan otomatis memeriksa apakah KTP yang digunakan sesuai dengan yang tercatat di dalam database DKI Jakarta.
Selama ini, pembelian LPG 3 kg hanya membutuhkan KTP sebagai syarat utama.
Namun, meskipun KTP menjadi acuan, mekanisme pengecekan penggunaan KTP yang belum jelas membuat kuota LPG di Jakarta masih bisa dibeli oleh orang luar Jakarta. Inilah yang menjadi perhatian pemerintah DKI Jakarta, mengingat banyaknya kasus penyelewengan yang terjadi akibat minimnya pengawasan.
Hari menambahkan bahwa penggunaan kode QR ini tidak hanya akan membatasi pembelian berdasarkan wilayah, tetapi juga untuk memastikan apakah pemegang KTP tersebut benar-benar termasuk dalam golongan masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi LPG.
Dengan adanya peraturan ini, Hari yakin distribusi LPG subsidi akan lebih tepat sasaran dan mengurangi pembelian oleh golongan yang tidak berhak. Menegaskan bahwa hanya rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan tertentu yang seharusnya menerima LPG bersubsidi.
Menurut Hari, kebijakan ini juga bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan pembelian LPG subsidi oleh warga yang mampu, yang tidak seharusnya mendapatkan gas subsidi. Dia menambahkan bahwa pembelian gas LPG 3 kg yang seharusnya hanya dinikmati oleh keluarga miskin atau rumah tangga yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), akan lebih mudah diawasi dengan adanya QRIS.
“Mau KTP dari mana, saya nggak ngerti kan. Nah sekarang alokasi DKI ya orang DKI yang nerima. Siapa DKI-nya? Ya orang miskin. Orang miskin itu siapa? Ya rumah tangga yang desil (pengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)) satu, desil dua, sampai berapa tadi itu. Jangan sampai saya beli melon, boleh. Itu kan nggak boleh. Kita sudah 12 kilo atau yang jaringan gas,” kata Hari.
Namun, meskipun kebijakan ini sudah disiapkan, Hari mengungkapkan bahwa pihaknya belum bisa memastikan kapan mekanisme penggunaan kode QR tersebut akan diterapkan.
Pemerintah DKI Jakarta masih akan melakukan evaluasi dan persiapan lebih lanjut agar penerapan kebijakan ini berjalan lancar dan efektif.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan pembelian LPG 3 kg yang bersubsidi dapat tepat sasaran dan mengurangi potensi penyalahgunaan yang selama ini terjadi.
Hal ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah DKI Jakarta dalam menjaga ketersediaan LPG yang memang diperuntukkan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan, sekaligus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas distribusi bahan bakar subsidi tersebut.