JCCNetwork.id-Para perajin tahu di kawasan Cibuntu, Kota Bandung, kini tengah menghadapi dilema besar akibat kelangkaan LPG 3 kilogram (kg) atau yang kerap disebut gas melon. Kondisi ini memaksa mereka untuk mencari berbagai cara agar produksi tetap berjalan, meski dengan konsekuensi berat yang harus ditanggung.
Beberapa perajin terpaksa beralih menggunakan LPG 12 kg yang harganya jauh lebih mahal, sementara sebagian lainnya memilih kayu bakar sebagai alternatif. Namun, tak sedikit pula yang memilih untuk menutup sementara usaha mereka karena tidak sanggup menanggung lonjakan biaya produksi.
Muhamad Zamaludin, seorang perajin tahu yang sudah lama berkecimpung di industri ini, mengungkapkan bahwa kelangkaan gas melon sangat memukul produksi mereka. Menurutnya, jika harus beralih ke LPG 12 kg, perajin mengalami kerugian yang tidak sedikit.
“Ada yang libur dulu, ada yang produksi, tapi ya merugi. Kalau pakai yang 12 kg, rugi Rp500 sampai 700 ribu, kalau kita gak produksi ya pelanggan bisa kabur,” kata Zamaludin, Selasa (4/2/2025).
Sementara itu, solusi menggunakan kayu bakar juga bukan tanpa kendala. Meski lebih murah, proses produksi tahu menjadi jauh lebih lama. Selain itu, penggunaan kayu bakar juga menimbulkan masalah lain, seperti polusi asap dan lingkungan produksi yang lebih kotor.
“Pakai kayu bakar sebenernya lebih murah tapi masalahnya tempat produksi jadi kotor, tungkunya jadi hitam. Terus kayu bakarnya agak susah juga,” ujarnya.
Kelangkaan LPG 3 kg ini sudah berlangsung selama beberapa waktu terakhir, dan belum ada kejelasan dari pihak terkait mengenai solusi jangka panjangnya. Jika kondisi ini terus berlanjut, para perajin tahu di Cibuntu berencana menaikkan harga jual produk mereka sebagai langkah terakhir untuk menutupi biaya produksi yang melonjak.
“Tapi kalau begini terus ya terpaksa kita naikkan harga. Harapannya pemerintah buat kebijakan itu dengan solusinya. Jangankan kami, rumah tangga saja sudah kena dampaknya,” tuturnya.
Dengan kondisi yang semakin sulit, para perajin tahu kini hanya bisa berharap adanya intervensi dari pemerintah agar kelangkaan gas melon ini segera teratasi. Jika tidak, bukan hanya industri tahu yang terancam, tetapi juga keberlangsungan hidup para pekerja yang menggantungkan nasibnya pada usaha ini.