JCCNetwork.id- Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2003-2008, Burhanuddin Abdullah, mengungkapkan kebocoran dana negara senilai Rp300 triliun dari tata kelola industri sawit hingga kini masih menjadi tanda tanya. Menurutnya, jumlah tersebut berasal dari denda dan pajak terutang yang belum ditagih pemerintah kepada perusahaan-perusahaan sawit, baik yang berizin maupun yang tidak.
“Saya ketemu asosiasi sawit, sudah dijelaskan. Ada perusahaan sawit tanpa izin. Ada perusahaan sawit berizin yang merambah ke kawasan hutan sekitar, itu 3,7 juta hektare. Itu Rp300 triliun,” ujar Burhanuddin dalam diskusi panel bertajuk Menuju Indonesia Emas: Perspektif Partai Gerindra dalam Mewujudkan Visi Kebangsaan di NasDem Tower, Jakarta, dikutip Rabu, 27 November 2024.
Namun, Burhanuddin menegaskan bahwa klaim kebocoran Rp300 triliun tersebut masih perlu diverifikasi. Berdasarkan perhitungan asosiasi pelaku usaha sawit, nilai denda sebenarnya tidak menyentuh Rp100 triliun.
“Hitungan mereka tidak sampai Rp100 triliun dan sampai sekarang tidak ada tagihan dari pemerintah, makanya mereka tidak bayar. Jadi Rp300 triliun itu belum jelas,” terang Burhanuddin.
Angka Rp300 triliun yang dipersoalkan Burhanuddin mencakup denda atas aktivitas perusahaan sawit yang melanggar aturan, termasuk beroperasi di kawasan hutan tanpa izin. Beberapa dari denda tersebut bahkan telah ditetapkan melalui putusan pengadilan. Namun, pemerintah belum menunjukkan langkah konkret untuk menagih utang pajak dan denda tersebut.
Burhanuddin juga menyoroti ketidaksesuaian antara angka denda yang dilaporkan pemerintah dan perhitungan asosiasi pelaku usaha sawit. Ketidakjelasan ini, menurutnya, menjadi hambatan utama dalam menyelesaikan masalah kebocoran penerimaan negara.
Isu kebocoran dana negara dari sektor sawit ini sebelumnya diangkat oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo. Ia menyebutkan bahwa potensi penerimaan negara yang hilang mencapai Rp300 triliun. Angka tersebut, menurut Hashim, berasal dari denda perusahaan sawit yang beroperasi di kawasan hutan secara ilegal, serta adanya selisih pembayaran denda yang belum terpenuhi.
Burhanuddin mendesak pemerintah untuk lebih transparan dan proaktif dalam menyelesaikan persoalan ini. Ia mengingatkan bahwa tata kelola industri sawit yang buruk dapat menjadi ancaman serius bagi perekonomian nasional.