JCCNetwork.id- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkap fakta terbaru terkait kasus penyitaan ribuan botol obat perangsang, atau dikenal dengan poppers. Ternyata, obat ini diduga dijual kepada komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), meskipun tidak terbatas pada kelompok tersebut.
“Iya (digunakan untuk komunitas LGBT),” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa kepada wartawan, Selasa, 23 Juli 2024.
Menurutnya obat perangsang ini umum digunakan oleh pria maupun wanita. Namun, ia menambahkan bahwa obat ini lebih sering dipakai oleh kelompok yang menyukai sesama jenis.
“Yang biasa memakai adalah kelompok sesama jenis kaum laki-laki, homoseksual,” ujarnya.
Kepala Sub Direktorat III Dittipidnarkoba Bareskrim Polri, Kombes Suhermanto, menambahkan bahwa pelaku utama dalam kasus ini, yang diketahui berinisial RCL, mengedarkan obat perangsang tersebut ke berbagai kalangan, meskipun pengguna utamanya adalah kelompok LGBT.
“Penjualanya secara umum, siapa saja bisa beli. Namun, produk ini lebih banyak digunakan komunitas sesama jenis,” kata Suhermanto saat dikonfirmasi terpisah.
Suhermanto juga mengungkapkan bahwa RCL tidak hanya bertindak sebagai pengimpor dan pengedar, tetapi juga sebagai konsumen obat tersebut.
“Pengimpor sekaligus mengedarkan. Dia pernah coba juga,” bebernya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menyita sebanyak 959 botol dan 710 kotak obat perangsang yang digunakan dalam hubungan seksual sesama lelaki. Dalam operasi ini, tiga orang pelaku ditangkap: RCL, yang merupakan pengimpor poppers di Bekasi Utara, P seorang pengimpor poppers di Banten, dan MS rekan kerja P.
“Untuk kasus obat perangsang, nih kalau obat perangsang agak seru nih ya, tersangkanya tiga, RCL, P, dan MS,” kata Mukti dalam konferensi pers di Bareskrim Polri.
Polri juga masih memburu dua tersangka lainnya yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), yakni E dan L, yang merupakan warga negara asing (WNA) dan merupakan eksporter dari Tiongkok.
Dalam kesempatan yang sama, Kombes Suhermanto menjelaskan bahwa para pelaku awalnya mengedarkan obat terlarang ini melalui marketplace dan media sosial. Namun, setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang peredaran obat yang mengandung isobutil nitrit, peredaran beralih ke jalur ilegal yang dilakukan secara pribadi melalui komunitas tertentu.
“Jadi cara peredarannya awalnya melalui marketplace, tapi setelah ada pelarangan dari BPOM, di marketplace Tokopedia, Shopee dan lain lain itu sudah diblok. Jadi mereka mengedarkan dari komunitas tertentu dan langsung chatting, dan ada juga media lainnya,” pungkas Suhermanto.