JCCNetwork.id- Indonesia sedang berada di ambang krisis sosial-ekonomi, termasuk krisis akses transportasi umum (transum) massal ke kawasan perumahan.
Menurut data Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), lebih dari 95 persen kawasan perumahan di Indonesia tidak memiliki fasilitas transportasi umum yang memadai untuk menuju tempat kerja bagi para penghuninya.
Kelalaian ini memiliki dampak langsung pada dompet masyarakat. Menurut Survei Biaya Hidup (SBH) BPS 2018, biaya transportasi rata-rata menyumbang 12,46 persen dari total pengeluaran rumah tangga, jauh di atas batas ideal Bank Dunia sebesar 10 persen.
Hal ini dikomentari oleh anggota DPR RI Komisi V dari Fraksi PDIP, Irine Yusiana Roba. Ia mengatakan banyak hal yang perlu diubah untuk mengatasi hal tersebut
Pertama adalah revisi undang undang dan peraturan daerah
“Kami mendorong pemerintah untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang maupun Peraturan Daerah yang berkaitan dengan perumahan. Sudah saatnya pengembang diwajibkan menyediakan akses transportasi umum sebagai bagian dari fasilitas umum di setiap kawasan perumahan baru.” ujarnya pada wartawan.
“Hal ini penting agar pembangunan tidak hanya berorientasi pada hunian, tetapi juga pada kemudahan mobilitas warga dan efisiensi transportasi perkotaan,” kata Irine.
Ia juga menilai,, pembangunan hunian harus berpijak pada konsep Transit Oriented Development, agar mobilitas masyarakat lebih efisien
“Hunian yang terintegrasi dengan transportasi publik massal akan menciptakan mobilitas yang lebih efisien, mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sekitar titik-titik transportasi,” ujarnya
Untuk mewujudkan hal tersebut, bisa dibuat skema subsidi dan kerjasama antara skateholder, lintas kementerian, jadi tidak menjadi beban Kementerian Perhubungan saja.
“Pemerintah bisa membuka opsi dalam memperluas skema Buy The Service (BTS) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138 Tahun 2022. Melalui skema ini, layanan angkutan kota yang menjangkau kawasan perumahan bisa disubsidi dan dioperasikan secara berkelanjutan,” ujarnya
“Ini bentuk kehadiran negara untuk memastikan masyarakat di kawasan pemukiman, termasuk yang berada di pinggiran kota, tetap mendapatkan akses transportasi publik yang terjangkau dan berkualitas,” kata Irine.
Ia juga menyatakan, pengembang harus berperan aktif dalam menciptakan kawasan hunian yang berkelanjutan dan mudah diakses.
“Pengembang diharapkan tidak hanya fokus pada aspek bangunan, tetapi juga pada penyediaan fasilitas internal seperti shuttle bus yang menghubungkan warga dengan halte atau stasiun terdekat. Selain itu, tata ruang perumahan perlu dirancang sejak awal agar ramah bagi pejalan kaki dan pesepeda, serta mampu mendukung mobilitas warga secara efisien,” pungkasnya