Subsidi LPG Tunggu Finalisasi Data BPS

BACA JUGA

OLAHRAGA

TECHNOLOGY

HIBURAN

JCCNetwork.id- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah masih melakukan pematangan data penerima subsidi energi, khususnya untuk Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kilogram. Langkah tersebut dilakukan menyusul sorotan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait tingginya beban subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Bahlil menyampaikan, pemerintah saat ini menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengintegrasikan data lintas kementerian dan lembaga. Data tersebut nantinya akan menjadi dasar penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran.

- Advertisement -

“Menyangkut subsidi tentang satu data, itu masih dalam proses pematangan, ya,” ucap Bahlil usai menghadiri Peluncuran Logo Baru BPH Migas, Jakarta.

Menurutnya, pematangan data subsidi telah dimulai sejak awal 2025. Penyatuan data penerima manfaat tidak hanya berlaku untuk LPG, tetapi juga subsidi bahan bakar minyak (BBM). Data tersebut bersumber dari Kementerian Sosial, PLN, Pertamina, hingga berbagai pemangku kepentingan lain, sebelum akhirnya disatukan dan diverifikasi oleh BPS.

“Jadi, mungkin Pak Menterinya, Menteri Keuangannya, mungkin belum baca data,” kata Bahlil.

- Advertisement -

Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Selasa (30/9), Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membeberkan besarnya selisih harga keekonomian dengan harga jual subsidi yang ditanggung APBN. Ia mencontohkan LPG 3 kg dengan harga keekonomian Rp42.750 per tabung, dijual ke masyarakat Rp12.750 per tabung. Selisih Rp30.000 tersebut disubsidi pemerintah, atau sekitar 70 persen dari harga asli.

Beban subsidi LPG pada APBN 2024 tercatat mencapai Rp80,2 triliun dengan jumlah penerima mencapai 41,5 juta rumah tangga. Selain LPG, Pertalite juga masih menjadi komoditas yang disubsidi. Harga keekonomian Pertalite sebesar Rp11.700 per liter, sementara masyarakat hanya membayar Rp10.000 per liter. Subsidi Rp1.700 per liter tersebut membebani APBN hingga Rp56,1 triliun dan dikonsumsi sekitar 157,4 juta kendaraan.

“Selama ini pemerintah menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat melalui pemberian subsidi dan kompensasi, baik energi dan nonenergi,” kata Purbaya.

Purbaya menegaskan, selama ini pemerintah terus menanggung selisih harga keekonomian dengan harga jual yang dinikmati masyarakat, baik melalui subsidi maupun kompensasi. Namun ia mengingatkan agar subsidi tepat sasaran sehingga anggaran negara tidak habis untuk kelompok yang sebenarnya tidak berhak menerima bantuan.

- Advertisement -

BACA LAINNYA

Menkeu Siap Tindak Warung Nakal

JCCNetwork.id- Pemerintah resmi melarang peredaran rokok ilegal di Indonesia mulai Selasa (1/10/2025). Aturan ini berlaku menyeluruh, baik di toko kelontong, warung tradisional, hingga platform...

BERITA TERBARU

EKONOMI

TERPOPULER