JCCNetwork.id- Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia 98 (JARI’98), Willy Prakarsa, mengingatkan pentingnya menjaga semangat demokrasi pasca reformasi 1998, khususnya terkait kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengemukakan pendapat sebagaimana diatur dalam Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945.
Pernyataan itu disampaikan menyusul maraknya pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas) dalam konteks pemberantasan premanisme oleh aparat keamanan. Meski mendukung penuh langkah tegas pemerintah dalam memberantas aksi preman yang meresahkan masyarakat, Willy meminta agar tidak ada generalisasi yang berpotensi menggerus ruang demokrasi dan kebebasan sipil.
Menurutnya, membuka lebih banyak ruang kerja merupakan solusi mendasar dalam mencegah tumbuhnya praktik premanisme.
“Kami mendukung Gebrakan Pemberantasan Premanisme,namun Kami sebagai pendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 lalu meminta segera ciptakan lapangan kerja. Kami meyakini jikalau terciptanya banyak lapangan kerja maka tidak ada yang mau menjadi preman,” tulis Willy dalam akun X @Prakarsa99Willy.
Lebih jauh, Willy mempertanyakan perbedaan antara ormas dan partai politik yang sama-sama memiliki struktur dan diatur dalam AD/ART. Ia menilai, jika ormas bisa dibubarkan hanya karena dianggap melanggar aturan, maka logika yang sama juga bisa menimpa partai politik.
“Apa bedanya ormas dan partai politik? Apakah Ormas gunakan Otot dan Partai Gunakan Otak? Ormas dan Parpol sama2 miliki Struktural dan di atur didalam AD/ART,” cetusnya.
Willy Prakarsa yang juga aktivis senior itu juga mengingatkan agar pemerintahan ke depan tidak terjebak pada praktik yang mengarah ke fasisme. Sebaliknya, Willy mengusulkan adanya rekonsiliasi nasional yang dianggap lebih mencerminkan nilai-nilai Pancasila, terutama sila kedua tentang kemanusiaan yang adil dan beradab.
“Ini ujian buat orang yang cuma sekedar mengaku Pancasilaisme? Majulah Indonesia,” tandasnya.
